1. Muhammad Iqbal
A. Profil Muhammad Iqbal
Dalam memahami
iqbal dan sinifikasinya pesannya, kita perlu mengetahui kondisi anak benua
India selama masa hidup Iqbal suatu masa yang berpuncak pada iqbal sendiri.
Kita tidak akan mengerti makna pesan iqbal sesungguhnya tanpa menelaah ini,
melodi lagunya, dan nyala batin yang membuatnya terus-menerus berjuang. Anak
benua India mengalami fase paling sulit dalam sejarahnya selama masa hidup
Iqbal.(ali,2003:3)
Iqbal berasal
dari keluarga miskin, dengan mendapatkan beasiswa dia mendapat pendidikan
bagus. Keluarga Iqbal berasal dari keluarga Brahmana Kashmir yang telah memluk
agama Islam sejak tiga abad sebelum kelahiran Iqbal, dan menjadi penganut agama
Islam yang taat. (mizan,1995:173)
Pada usia
sekolah, Iqbal belajar Al Qur’an di surau. Disinilah Iqbal banyak hapal
ayat-ayat Al Qur’an yang selanjutnya jadi rujukan pengembangan gagasannya dalam
pembaharuan keislamannya. Selanjutnya di meneruskan ke Scottish Mission School,
Sialkot . Disini dia bertemu guru ternama sekaligus teman karib ayahnya, Sayid
Mir Hasan. Pengaruh Mir Hasan ini sangat kuat pada dirinya ini dibuktikannya
dengan menolak pemberian gelar Sir oleh pemerintah inggris pada tahun 1922,
sebelum gurunya mendapat gelar kehormatan pula, yaitu Syams al- ‘Ulama.
Pada tahun 1895
Iqbal menyelesaikan pelajarannya di Scottish dan pergi ke Lahore. Disini ia
melanjutkan studi Government College gurunya adalah - Sir Thomas Arnold. Disini
dia mendapatkan dua kali medali emas karena baiknya bahasa Inggris dan Arab
karena kejeniusannya pula dia menjadi mahasiswa kesayangan Sir Thomas Arnold.
Arnoldlah yang mendorongnya agar -melanjutkan pendidikannya ke Inggris karena
melihat kejeniusan Iqbal. Setelah selesai di Government College Iqbal belajar
ke Eropa pada tahun 1905. Dari sini pengembangan intelektual Iqbal dimulai.
(mizan,1995:43).
Iqbal memilih
melanjutkan di Cambridge University, Inggris, ia belajar filsafat dengan Mc.
Taggart, kemudian mengambil gelar doktor (Ph.D) di Munich, Jerman dan lulus
pada tahun1908 dengan disertasi berjudul The development of Methapysics of
Persia. Didalam disertasi inilah Iqbal mengkritik tajam ajaran tasawwuf dengan
mengatakan tidak mempunyai dasar yang kukuh dan historis dalam ajaran Islam
yang murni. Iqbal melihat ada nilai-nilai baik yang transendental yang tak
dimiliki oleh Eropa. Barat, menurut Iqbal, kehilangan semangat spritual dan
terlalu menumpukan pada rasio dalam menjawab setiap problematika.”Meskipun ia
mengakui Eropa baik, tapi ia yakin Islam lebih baik .
Dia kembali dari
Eropa sebagai Pan-Islamis bahkan bisa dikatakan sebagai puritan. Perubahan
spritual dan ideologis Iqbal makin dalam dari nasionalis menjadi kampiun
kebangsaan Muslim dia merasa yakin bahwa antara Hindu dan Islam harus punya
negara masing-masing secara terpisah dan tindakannya sendiri sudah jelas.
B. Pemikiran
Iqbal
Pemikiran Iqbal
mengenai kemunduran dan kemajuan umat Islam mempunyai pengaruh pada gerakan
pembaharuan dalam Islam. Ia berpendapat bahwa kemunduran umat Islam selama 500
tahun terakhir di sebabkan oleh kebekuan dalam pemikiran. Sebab lain terletak
pada pengaruh zuhud yang terdapat dalam ajaran tasawuf. Menurut tasawuf yang
mementingkan zuhud, perhatian harus dipusatkan kepada Tuhan dan apa yang berada
di balik alam materi. Hal itu akhirnya membawa kepada keadaan umat kurang
mementingkan soal kemasyarakatan dalam Islam. Sebab terutama ialah hancurnya
Baghdad, sebagai pusat kemajuan pemikiran umat Islam di pertengahan abad ke-13.
Kaum konservatif
dalam Islam berpendapat bahwa rasionalisme yang ditimbulkan golongan muktazilah
akan membawa kepada disintegrasi. Untuk itu mereka menolak segala pembaharuan
dalam bidang syariat dan berpegang teguh pada hukum-hukum yang telah ditentukan
ulama terdahulu. Pintu ijtihad mereka tutup.
Hukum dalam
Islam sebenarnya, demikian Iqbal, tidak bersifat statis, tetapi dapat
berkembang sesuai dengan perkembangan zaman. Pintu ijtihad tidak pernah
tertutup. Pada zaman modern, ijtihad telah semenjak lama dijalankan di Turki
yang melepaskan diri dari belenggu dogmatisme. Baru bangsa Turkilah yang
mempergunakan hak kebebasan berpikir yang terdapat dalam Islam.
Islam pada
hakikatnya mengajarkan dinamisme demikian pendapat Iqbal. Konsep Islam mengenai
alam adalah dinamis dan senantiasa berkembang. Kemajuan serta kemunduran dibuat
Tuhan silih berganti di antara bangsa-bangsa yang mendiami bumi ini. Ini
mengandung arti dinamisme.
Islam
mempertahankan konsep dinamisme dan mengakui adanya gerak dan perubahan dalam
hidup social manusia. Dan prinsip yang dipakai dalam soal gerak dan perubahan
itu ialah ijtihad.
Barat menurut
penilaian Iqbal, amat banyak dipengaruhi oleh materialism dan telah mulai
meninggalkan agama. Yang di ambil umat Islam dari barat hanyalah ilmu
pengetahuannya. Kalau kapitalisme ia tolak, sosialisme barat dapat ia terima.
Ia bersikap simpatik terhadap gerakan sosialisme di Barat dan di Rusia. Tapi
Iqbal tidak begitu saja menerima apa yang datang dari barat. Iqbal menentang
nasionalisme, karena dalam nasionalisme seperti yang ia jumpai di Eropa, ia
melihat bibit materialism dan ateisme dan keduanya merupakan ancaman besar bagi
peri kemanusiaan.
Di India
terdapat dua umat besar, demikian Iqbal dan dalam pelaksanaan demokrasi Barat
di India, kenyataan ini harus diperhatikan. Untuk itu, umat Islam harus menuju
pembentukan Negara tersendiri, terpisah dari Negara Hindu. Tjuan membentuk
Negara tersendiri ini, ia tegaskan dalam rapat tahunan Liga Muslimin di tahun
1930. Ide dan tujuan membentuk Negara tersendiri diumumkan secara resmi dan kemudian
menjadi tujuan perjuangan nasional umat Islam di India.
Ide Iqbal bahwa
umat Islam India merupakan suatu bangsa dan oleh Karena itu memerlukan satu
Negara tersendiri tidaklah bertentangan dengan pendiriannya tentang
persaudaraan dan persatuan umat Islam. Bagi Iqbal dunia Islam seluruhnya
merupakan satu keluarga yang terdiri atas republik-republik dan Pakistan yang
akan dibentuk adalah salah satu Republik itu. (Nasution,2003: 183-187)
Muhammad Ali
Jinnah adalah anak seorang saudagar dan lahir di Karachi pada tanggal 25
Desember 1876. Di masa remaja ia telah pergi ke London untuk meneruskan studi
dan di sanalah ia memperoleh kesarjanaannya dalam bidanghukum di tahun 1896.
Pada tahun itu juga ia kembali ke India dan bekerja sebagai pengacara di
Bombay.
Tiada lama
sesudah itu ia menggabungkan diri dengan Partai Kongres .
Pada tahun 1913
itu juga Jinnah dipilih menjadi Presiden Liga Muslimin. Pada waktu itu ia masih
mempunyai keyakinan bahwa kepentingan umat Islam India dapat dijamin melalui
ketentuan-ketentuan tertentu dalam Undang-Undang Dasar. Untuk itu ia mengadakan
pembicaraan dan perundingan dengan pihak Kongres Nasional India. Salah satu
hasil dari perundingan ialah perjanjian Lucknow 1916. Menurut perjanjian itu
ummat Islam India akan memperoleh daerah pemilihan terpisah dan ketentuan ini
akan dicantumkan dalam Undang-Undang Dasar India yang akan disusun kelak kalau
telah tiba waktunya. (Nasution,1996:197)
Selanjutnya
dalam Konferensi Meja Bundar London yang diadakan pada tahun 1930-1932 ia
menjumpai hal-hal yang menimbulkan perasaan kecewa dalam dirinya. Ia memutuskan
mengundurkan diri dari lapangan polotik dan menetap di London. Di sana ia
bekerja sebagai pengacara. Dalam pada itu Liga Muslimin perlu pada pimpinan
baru lagi aktif, maka di tahun 1934 ia diminta pulang oleh teman-temannya dan
pada tahun itu juga ia dilih menjadi Ketua tetap dari Liga Muslimin. Dibawah
pimpinan Jinnah kali ini, Liga Muslimin berobah menjadi gerakan rakyat yang
kuat. Dengan adanya perkembangan ini ummat Islam India, tiba-tiba mulai sadar,
demikian Al-Biruni menulis, bahwa apa yang ditakutkan Sir Sayyid Ahmad Khan dan
Vigar Al-Mulk sebelumnya, sekarang mulai menjadi kenyataan, kekuasaan Hindu
mulai terasa. Para Perdana Menteri Punjab, Bengal dan Sindi juga mulai
mengadakan kerjasama dengan Jinnah.
Sokongan ummat
Islam India kepada Jinnah dan Liga Muslimin bertambah kuat lagi dan ini
ternyata dari hasil pemilihan 1946. di Dewan pusat (Central Assembly) seluruh
kursi yang disediakan untuk golongan Islam, dapat diperoleh oleh Liga Muslimin.
Kedudukan Jinnah dalam perundingan dengan Inggris dan Partai Kongres Nasional
India mengenai masa depan Ummat Islam India bertambahkuat.
Di tahun 1942
Inggris telah mengeluarkan janji akan memberi kemerdekaan kepada India sesudah
Perang Dunia 11 selesai. Pelaksanaannya mulai dibicarakan dari tahun1945. Dalam
pada itu diputuskan untuk mengadakan sidang Dewan Kostitusi pada bulan Desember
1946, dan Jinnah melihat bahwa dalam suasana demikian sidang tidak bisa
diadakan dan oleh karena itu meminta supaya ditunda. Setahun kemudian keluarlah
putusan Inggris untuk menyerahkan kedaulatan kepada dua Dewan Konstitusi, satu
untuk Pakistan dan satu untuk India. Pada tanggal 14 Agustus 1947 Dewan
Konstitusi Pakistan dibuka dengan resmi dan keesokan harinya 15 Agustus 1947
Pakistan lahir sebagai negara bagi ummat Islam India. Jinnah diangkat menjadi
Gubernur Jenderal dan mendapat gelar Qaid-i-Azam (pemimpin Besar) dari rakyat
Pakistan.
Pembaharuan-pembaharuan
di India mempunyai peranan masing-masing, disengaja atau tidak, dalam
perwujudan Pakistan. Sayyid Ahmad Khan denganm idenya tentang pentingnya ilmu
pengetahuan, Sayyid Amir Ali dengan idenya bahwa Islam tidak menentang kemajuan
modern, dan Iqbal dengan ide dinamikanya, amat membantu bagi usaha-usaha Jinnah
dalam menggerakan ummat Islam India, yang seratus tahun yang lalu masih
merupakan masyarakat yang berada dalam kemunduran, untuk menciptakan negara dan
masyarakat Islam modern di anak benua India.
B. Sejarah Lahirnya Negara
Pakistan
Pakistan
mendapat kemerdekaan dari Inggris pada 14 Agustus 1947. Nama Islam-i
Jumhuriya-e Pakistan (Republik Islam Pakistan) memiliki arti dan peran penting
dalam perkembangan sejarah Islam modern.
Tampak jelas
dalam kata-kata Muhammad Ali Jinnaah –seorang tokoh revolusioner- pendiri
negara ini yang mengatakan, "kita tidak memperjuangkan berdirinya Pakistan
semata-mata untuk mendapatkan sebidang tanah, tetapi kita menginginkan suatu
wilayah di mana kita bisa menerapkan prinsip dan ajaran Islam". Sejak
perjuangan awal mendirikan negara Islam yang terpisah dari India, hingga
terbentuk sebuah negara merdeka, Pakistan telah memberikan sumbangsih jasa bagi
umat Islammasakini.
Bagi masyarakat
Pakistan, Islam bukan sesuatu yang asing. Sejak pemerintahan Sultan al Walid I
(705-715), para pendakwah Islam sudah melakukan ekspedisi dan penyiaran Islam
ke seluruh Pakistan (pendahulu India) yang saat itu mayoritas beragama Budha.
Namun, pengislaman sesungguhnya baru terjadi pada era Sultan Mahmud al Gaznawi
(971-1030), yang berpusat di Kota Gazni, Afganistan. Dan semakin cemerlang pada
era Dinasti Mogul berkuasa di India (1526-1858). Undang-undang Negara juga
berdasarkan Syariat yang dilaksanakan oleh pemerintah. Kesan Islam pada
sub-benua Asia-Selatan sangat dalam dan dalam jangkauan yang cukup luas. Islam
diperkenalkan bukan merupakan suatu agama baru saja, tetapi suatu peradaban
baru, suatu cara baru dalam kehidupan dan set nilai yang baru. dan
kesusasteraan dari tradisi Islam, suatu kebudayaan dan pemurnian yang halus,
institusi sosial dan kesejahteraan, didirikan dengan aturan Islam di seluruh
sub-benua.
Sebuah bahasa
baru diperkenalkan, Urdu berasal terutama dari Bahasa Arab.
Sebelum pisah
menjadi Pakistan, umat Islam India merupakan minoritas amat lemah, di tengah
mayoritas Hindu dan kekuasan politik serta militer Inggris. Islam dan Hindu
ibarat dua arus sungai yang mengalir dan bersumber dari muara yang berbeda.
Walaupun pemeluknya telah hidup berdampingan bersama selama berabad-abad, namun
pandangan mereka tentang hidup dan kehidupan merupakan batas pemisah yang tidak
bisa dijembatani. Maka muncullah gagasan membentuk negara sendiri bagi umat
Islam. Gagasan yang diprakarsai Sir Sayid Ahmad Khan (l817-1898), kemudian
berkembang luas menjadi cita-cita perjuangan, segera dirumuskan oleh Sir
Muhammad Iqbal (1873-1938) melalui organisasi "Liga Muslim India".
Akhirnya direalisasikan oleh Muhammad Ali Jinnah, yang dibaiat menjadi Qaid-i
Azam (Pemimpin Besar) sekaligus Presiden pertama Republik Islam Pakistan. Dalam
salah satu pidatonya ia (Ali Jinnah) mengatakan, "dari sudut pandang
apapun ummat Islam adalah satu bangsa, mereka berhak mendirikan Negara sendiri
dan menerapkan cara apapun untuk melindungi dan meningkatkan kepentingan mereka
dari dominasi India."
Aral tak henti
menghadang pertumbuhan negara yang tengah berjuang menerapkan syari'ah (hukum
Islam), yang mengakomodasi demokrasi, HAM, toleransi, dan keadilan sosial
tersebut. Mayoritas negara-negara anggota PBB rata-rata "gerah"
menyaksikan kemajuan Pakistan di bidang penerapan syari'ah dan pengembangan
sains modern. Puncak kekhawatiran itu, berubah menjadi ketakutan dan berujung
kepada konspirasi untuk memecah belah.
Tahun 1971
timbul perang saudara antara Pakistan Barat yang dipimpin Presiden Yahya Khan
dan Pakistan Timur yang dipimpin Mujibur Rahman.
Dengan bantuan
penuh India, serta kelompok konspirasi lainnya, Pakistan Timur berhasil
melepaskan diri dari Republik Islam Pakistan. Berdirilah Republik Bangladesh.
Republik Islam Pakistan kehilangan satu sayap terpenting, berupa penyusutan
wilayah geografis. Setelah tragedi pisahnya Pakistan Barat-Pakistan Timur,
Republik Islam Pakistan senantiasa dililit masalah. Selain ketegangan abadi
dengan India, baik mengenai perbatasan maupun "kepemilikan" Khasmir,
juga ketengangan internal yang selalu meruntuhkan kewibawaan pemerintahan.
Tahun 1974,
Jenderal Yahya Khan dikudeta oleh Jenderal Zulfikar Ali Butho. Juli 1977,
Jenderal Ziaul Haq mengambil alih kekuasaan. Ali Butho dihukum gantung (4 April
1979). Pemerintah Ziaul Haq memberi dukungan penuh kepada Mujahidin Afganistan,
yang sedang berjuang melawan invasi militer Uni Soviet (1979-1989). Namun tahun
1988, Ziaul Haq tewas, ketika helikopter yang ditumpanginya bersama Dubes
Amerika Serikat di Pakistan, meledak. Kekuasan berpindah. Hingga muncul Benazir
Butho, putri mendiang Zulfikar Ali Butho, merebut takhta Perdana Menteri. Hanya
bertahan dua tahun. Tahun 1990, Benazir lengser karena dituduh korupsi.
Digantikan Nawaz Sharif, seorang pengikut panatik Ziaul Haq. Sejak itu,
pemerintahan Pakistan tak pernah stabil.
Serangan AS ke
Afganistan awal 2002, membawa pengaruh luar biasa terhadap Pakistan. Peran
Pakistan membesarkan Milisi Thaliban, hingga mampu mendirikan pemerintahan
Islam di Afganistan tahun 1996, berubah drastis setelah mendapat tekanan keras
AS. Pakistan balik membantu AS menghancurkan Milisi Thaliban. Presiden Pervez
Musharraf berperan besar dalam perubahan sikap itu. Seorang Presiden yang
berhasil naik tahta dengan aksi kudeta militer tak berdarah ini, merupakan kata
kunci bagi perkembangan politik dan ekonomi Pakistan kontemporer.
In the Line of
Fire karya Peresiden Musharraf terbaru (2006), adalah buku yang cukup kontroversial
untuk dekade akhir ini. Banyak hal yang ia paparkan dalam buku tersebut, mulai
dari perbaikan ekonomi Pakistan, pemulihan demokratisasi, pengentasan
kemiskinan, peningkatan taraf pendidikan, emansipasi wanita, sampai kepada
perang terhadap terorisme.
Dengan langkah-langkah reformasinya ini,
seolah ia tengah bermain api, baik kepada kalangan yang memiliki dendam sejarah
atasnya, atau kepada kalangan yang "emoh" terhadap ide demokrasi
liberal. Kalangan oposisi pemerintah, sampai kalangan fundamentalis pun selalu
memberikan catatan-catatan kritis terhadap perjalanan rezim Musyharaf ini.
Nampaknya
ideologi Negara Syariat yang sejak awal dirancang, tengah menhadapi ujian,
khususnya di saat negara-negara Barat menemukan momentumnya dalam setting perang
melawan terorisme. Maka tak heran jika sekarang mulai muncul kembali wacana,
bahwa benarkah Pakistan lahir atas dasar kepentingan mendirikan Negara Islam,
ataukah sebatas membela kepentingan pemeluk Islam dari ketertindasan bangsa
India saja. Entah akan ke mana akhir dari firksi ini akan bermuara, yang jelas
bola api itu masih terus bergulir sampai saat ini. [1]
3. Maududi
A. Profil Singkat Maudidi
Maududi lahir di
Aurangabad India Selatan, pada 25 September 1903 (3 Rajab 1321). Dia lahir
dalam keluarga syarif (keluarga tokoh Muslim India Utara) dari Delhi, yang
bermukim di Deccan. Keluarga ini keturunan wali sufi besar tarikat Chishti yang
membantu menanamkan benih Islam di bumi India. Sayyid Ahmad Hasan, ayah
Maududi, termasuk yang pertama masuk Sekolah Tinggi Anglo-Oriental Muslimnya
Sayyid Ahmad Khan di Aligarh dan kut eksperimen denga modernis Islam itu. Tidak
lama disana dia keluar dari Aligarh untuk menyelesaikan studi hukumnya di
Allahabad. Ahmad Hasan beruaya keras membesarkan anak-ananya dalam kultur
syarif. Dia mendidik mereka dengan system pendidikan klasik. Maudidi jadi ahli
dalam bahasa Arab pada usia muda berkat kegigihan ayahnya mendidik
anak-anaknya.
Pada usia
sebelas tahun, Maudidi masuk sekolah di Aurangabad. Di sini dia mendapat
pelajaran modern, khususnya sains, untuk pertama kalinya. Kemudian Maudidi
berupaya untk memenuhi minat intelektualnya sendiri. Dia tidak tertarik kepada
soal-soal agama. Dia hana suka soal politik. Pad waktu itu semangatnya adalah
nasionalisme India.
Pada 1918, dia
ke Bijnur untk bergabug dengan saudaranya, Abu Khair, dimana dia memulai karir
di bidang jurnalstik. Tak lama kemudian, kedua bersaudara ini pindah ke Delhi.
Di Delhi, Maudidi berhubungan denga arus intelektual dalam komunitas Muslim.
Pada 1919 dia ke Jubalpur untuk bekerja pada migguanparati pro-Kongres yang
bernama Taj. Disini dia jadi sepenuhnya aktif dalam gerakan Khalifah, dan aktif
dalam memobilisasi kaum Muslim untuk mendukung Partai Kongres. Tulisannya
membela tujuannya. Mengakibatkan mingguan ini ditutup.
Pada 1921
Maudidi mengabdi kepada Ulama Jami’at sebagai editor Muslim dan editor
pengganti Muslim, yaitu Al-Jami’at. Di sinilah dia jadi lebih mngetahui
kesadaran politik kaum Muslim dan jadi aktif dalam urusan agamanya. Pada tahun
1926 dia menerima sertifikat pendidikan agama dan jadi ulama.
Kalau biografi
Maudidi banyak bicara soal asal-usul dan pendorong kebangkita Islam, maka
ekposisi ideologisnya menangkap esensi pendekaan terhadap Islam dan persoalan
yang dianggapnya penting.
Dalam banyak
karyanya, Maudidi menguraikan pandangannya soal Islam-teologi, hukum, filsafat
dan mistisisme da soal masyarakat, ekonomi dan politik. Maudidi meandang Islam
sebagai ideology holistis seperti ideology Barat. Gagasan ideology Islamnya,
salah satu artikulasi yang paling sistematis dan prolific dalam tema ini,
sangat berpengaruh dalam membentuk gerakan kebangkita Islam.
Maudidi
memandang pergulatan antara Islam dan kekufuran Barat maupun kultur Muslim
tradisional India sebagai kekufuran sentral dalam kemajuan historis masyarakat
Muslim. Maudidi seperti Hasan Al-Banna, tidak setuju kalau tasawuf disirnakan,
namun ingin memperbaruinya, yaitu meyesuaikannya. Dalam tulisan Maudidi,
tasawuf yang efektif yaitu yang bersih dari dimensinya yang tidak Islami,
sinonim dengan bentuk Islam yang dikemukakannya.
Pergulatan
antara Islam dan kekufuran, kata Maudidi, berpuncak pada revolusi Islam dan
berdirinya Negara Islam. Dalam mendefinisikan bentuk Negara Islam Maudidi anyak
meminjam dari Barat. Negar Islamnya akan di jalankan oleh mesin pemerintah yang
modern : presiden terpilih,parlemen, dan kehakiman yang serba bisa. Hubungan
antar cabang ini akan diatur dengan check dan balance yang ditentukan dala
konstitusi.
Keberhasilan
Negara Islam bergantung pada legitimasinya di mata masyarakat. Maudidi banyak
menekankan pendidkan dan memandang revolusi Islam sebagai upaya gradual.
Keprluan etika dan fungsional Negara Islam serta citranya yang utopian,
didasarkan pada irama antara idealnya dan asirasi masyarakat. Hal ini amat
penting bagi pandangan Maudidi dalam soal Negara Islam sebagai system yang
efektif maupun sebagai demokrasi. Maudidi memandang Negara Islam sebagai
demokrasi, bukan karena Negara Islam mengakomodasi dan menampung berbagai kepentingan
social, tapi juga karena di Negara seperti ini tak aka nada isu sosio-politik
yang memecah belah.
C. Jama’at Islami
Jama’at Islami,
partai yang mewujudkan visi ideologinya Maudidi, merupakan salah satu gerakan
religio-politik Islam tertua dari jenisnya. Partai ini berpengaruh pada
perkembangan kebangkitan Islam di dunia Muslim ada umumnya. Dan di Asia Selatan
khususnya. Partai ini berdiri pada 26 Agustus 1941 di Lahore. Maudidi terlibat
dalam politik Islam sejak 1938 dengan tujuan melindungi kepentingan Muslim.
Jama’at-Islami berdiri terutama untuk bersaing dengan Liga Muslim dala memimpin
Gerakan Pakistan, khusunya setelah resolusi Lahore 1940 memberika kepercayaan
kepada Liga untk bersaing menciptakan Negara Muslim tersendiri.
Rencana Maudidi soal
organisasi Muslim yang baru yang diyakininya dapat memecahkan berbagai problem
yang dihadapi kaum Muslim, pada mulanya di sampaikan dalam tarjuman Al-Qur’an.
Rencana ini mendapat dukungan dari banyak aktivis Muslim dan Ulama muda.
Maudidi digelari pemimpin, Amir (presiden), Jama’at oleh tujuh puluh ima orang
yang berkumpul di Lahore untuk mendirikan Jama’at. Maudidi memimpin
Jama’at selama tiga puluh satu tahun
berikutnya, sampai 1972. Konstitusi partai juga diratifikasi pada sesi
pembukaan itu. Antara 1941 dan 1947, Jama’at menyebarkan pesannya ke seluruh
India melalui literature, rapat umum, konvensi dan pertemuan publik. (Ali
Rahnema, 1995: 102-115)
DAFTAR PUSTAKA
Nasution, Harun,
Pembaharuan dalam Islam. Jakarta : PT. Bulan Bintang, 2003
__________,
Pembaharuan Dalam Islam. Jakarta : PT Bulan Bintang, 1996
Khamene’i, Ali
dkk. Iqbal Dalam Pandangan Pemikir Syi’ah. Jakarta : Islamic Center Jakarta,
2003
Muzani, Syaiful.
Islam Rasional: Gagasan dan Pemikiran Prof. Dr. Harun Nasution. Bandung :
Mizan, 1995
Rahnema Ali,
Para Perintis Zaman Baru Islam, Bandung : Mizan, 1995
0 komentar:
Posting Komentar