PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sejarah akan berbeda sekarang ini tanpa Karl Marx. Demikian salah satu
kesimpulan Franz Magnis Suseno mengenai pemikiran Karl Marx. Tidak mengherankan jika Michael Hart meletakkan Karl
Max di tempat yang tinggi dalam susunan Seratus Tokoh Paling Berpengaruh dalam
sejarah. Pada masa jayanya, jumlah manusia yang sedikitnya terpengaruh oleh
Marxisme mendekati angka 1,3 milyar. Jumlah penganut ini lebih besar dari
jumlah penganut ideologi mana pun sepanjang sejarah manusia.
Pengaruh pemikiran Karl Marx tidak bisa diragukan lagi dalam sejarah
perjalanan dunia ini. Marx tidak hanya merangsang perubahan cara berpikir, akan
tetapi juga mengubah cara manusia bertindak. Seperti dikatakan Marx sendiri,
“Para filosof hanya menginterpretasikan dunia dalam berbagai cara; masalahnya
adalah bagaimana mengubah dunia.” Hal inilah yang kemudian membedakan Marx dari
filosof lain, misalnya, Auguste Comte atau Martin Heidegger, bahkan David Hume
yang hanya sanggup mengubah cara manusia berfikir. Meskipun tidak bisa
dipungkiri juga bahwa perubahan pemikiran ini berdampak pada kehidupan
masyarakat luas, namun efeknya tidak sebesar Karl Marx. Filsafat Marx lebih
diletakkan untuk mengubah dunia. Bahkan sebagai ideologi, “Marxisme”
menyemangati sebagian besar gerakan buruh sejak akhir abad ke-19 dan dalam abad
ke-20 yang mendasari kebanyakan gerakan pembebasan sosial.
Makalah ini mula-mula akan mengemukakan tentang latar belakang hidup Marx,
kemudian menelusuri pemikiran Karl Marx, setelah itu akan dibahas pula karir
Marx dalam politik serta pandangan Marx terkait politik.
1.2. Rumusan Masalah
Dari uraian yang dikemukakan diatas, dapat disimpulkan beberapa rumusan
masalah, yakni:
1.2.1. Seperti apa Biografi Karl Marx ?
1.2.2. Bagaimana pemikiran Karl Marx dan karir
Marx serta pandangan Marx dalam bidang politik ?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Biografi Karl Marx
Karl Marx, lahir di bulan Mei 1818 di Trier, Jerman. Ayahnya seorang
pengacara yang beberapa tahun sebelumnya pindah agama Yahudi menjadi Kristen
Protestan. Perpindahan agama ayahnya yang begitu mudah diduga merupakan alasan
mengapa Karl Marx tidak pernah tertarik dengan Agama. Ayahnya mengharapkan Marx
menjadi notaris sebagaimana ayahnya. Karl Marx sendiri lebih menyukai untuk
menjadi Penyair daripada seorang ahli hukum. Hukum merupakan ilmu yang digemari
pada saat itu. etengah semester ia bertahan, dan melompat ke Universitas
Berlin, fokus pada filsafat. Masih semester dua, Marx sudah masuk kelompok
diskusi paling ditakuti di kampus itu, Klub Para Doktor, dan menjadi anggota
yang paling radikal. Kelompok ini selalu memakai Filsafat Hegel untuk menyerang
kekolotan Prussia. Tak heran, klub ini pun digelari “Kaum Hegelian Muda”. Namun
karena mereka juga menentang agama Protestan, klub ini digolongkan menjadi
Hegelian Kiri, lawan Hegelian Kanan, yang menafsirkan Hegel sebagai teolog
Protestan.
Pada tahun 1841, Marx dipromosikan menjadi doktor dengan disertasi “The
Difference between The Natural Philosophy of Democritus and Epicurus”.
Kertas kerja dan pengantar disertasi ini secara jelas menunjukkan Marx sangat
Hegelian, dan antiagama. Hal terakhir ini juga yang membuat Marx dicap sesat,
dan mulai dijauhi rekan-rekannya. Marx tumbuh di tengah pergolakan politik yang
dikuasai oleh kekuatan kapitalis para Borjuis yang menentang kekuasaan
aristokrasi feodal dan membawa perubahan hubungan sosial. Meskipun ia
memperjuangkan kelas orang-orang tertindas sebagai referensi empiris dalam
mengembangkan teori filsafatnya. Selama hampir setahun ia menjadi pimpinan
redaksi sebuah harian radikal 1843, sesudah harian itu dilarang oleh pemerintah
Prussia, ia kawin dengan Jenny Von Westphalen, putri seorang bangsawan, dan
pindah ke Paris. Di sana ia tidak hanya berkenalan dengan Friedrich Engels
(1820-1895) yang akan menjadi teman akrab dan “penerjemah” teori-teorinya
melainkan juga dengan tokoh-tokoh sosialis Perancis. Dari seorang liberal
radikal ia menjadi seorang sosialis. Beberapa tulisan penting berasal waktu
1845, atas permintaan pemerintah Prussia, ia diusir oleh pemerintah Perancis
dan pindah ke Brussel di Belgia. Dalam tahun-tahun ini ia mengembangkan
teorinya yang definitif. Ia dan Engels terlibat dalam macam-macam kegiatan
kelompok-kelompok sosialis. Bersama dengan Engels ia menulis Manifesto Komunis
yang terbit bulan Januari 1848. Sebelum kemudian pecahlah apa yang disebut
revolusi’48, semula di Perancis, kemudian juga di Prussia dan Austria. Marx
kembali ke Jerman secara ilegal. Tetapi revolusi itu akhirnya gagal. Karena
diusir dari Belgia, Marx akhirnya pindah ke London dimana ia akan menetap untuk
sisa hidupnya.
Di London mulai tahap baru dalam hidup Marx. Aksi-aksi praktis dan
revolusioner ditinggalkan dan perhatian dipusatkannya pada pekerjaan teroritis,
terutama pada studi ilmu ekonomi. Tahun-tahun itu merupakan tahun-tahun paling
gelap dalam kehidupannya. Ia tidak mempunyai sumber pendapatan yang tetap dan
hidup dari kiriman uang sewaktu-waktu dari Engels. Keluarganya miskin dan
sering kelaparan. Karena sikapnya yang sombong dan otoriter, hampir semua bekas
kawan terasing daripadanya. Akhirnya, baru 1867, terbit jilid pertama Das
Kapital, karya utama Marx yang memuat kritiknya terhadap kapitalisme (jilid
kedua dan ketiga baru diterbitkan oleh Engels sesudah Marx meninggal).
Tahun-tahun terakhir hidupnya amat sepi dan tahun 1883 ia meninggal dunia.
2.2. Pemikiran Karl Marx
Sebelum kita terjun ke dalam dunia pemikiran Karl Marx, menurut penulis ada
baiknya, kita pahami terlebih dahulu paradigma pemikiran Marx mengenai manusia
yang berlaku sebagai subjek perubahan. Menurut Marx, manusia adalah mahkluk
alamiah yang berkembang dalam lintasan sejarah dunia. Manusia adalah makhluk
kreatif dengan hasrat dan kekuatan. Manusia dalam sejarahnya telah mengubah
objek-objek sejarah alamiah dan telah menciptakan kebudayaan diseluruh dunia.
Hal inilah yang mendorong Marx untuk berpandangan bahwa sejarah di dunia akan
selalu mengikuti perkembangan manusia, dimana dalam proses ini, bangsa
manusia, akan menemukan sendiri objeknya dalam upaya meraih aktualisasi
diri.Bagi Marx, apa yang bisa menyatukan semua elemen eksistensi
manusia bukanlah ‘semangat zaman’ ( zeitgeist ), tetapi kondisi
material dari kehidupan seseorang, yakni ekonomi dan struktur sosialnya yang
menentukan karakter setiap zaman. Perubahan dari faktor-faktor dasar ini yang
menjadi kekuatan pendorong sejarah, yang melahirkan revolusi sebagai tanda
transisi dari satu tahap perkembangan ke tahap perkembangan selanjutnya. Maka,
konsepsi sejarah ini secara jelas mengokohkan pemikiran materialistis. Teori
dasar inisering disebut materialisme dialektis. Marx menyetujui bahwa
organisasi ekonomi-sosial memiliki sifat yang sangat fundamental. Hal ini
dimungkinkan karena ia tidak hanya mempengaruhi semua aspek kehidupan yang
lain, tetapi juga menentukan sifat dari semua aspek itu. Akibatnya, hukum,
pemerintahan, pendidikan, agama, seni, kepercayaan, dan nilai masyarakat
merupakan hasil langsung dari organisasi ekonomi-sosial tersebut. Marx menyebut
organisasi sosio-ekonomi ini dengan istilah “substruktur (basis)”,
sementara sisi lain yang lain disebut dengan “superstruktur”, prinsip dasar
dari teori Marx adalah bahwa substruktur menentukan suprastruktur. Konsep
pemikiran Marx mengenai perjuangan kelas dapat kita telusuri dari beberapa
karyanya. Di dalam The Manifesto of the Comunist Party yang ditulisnya bersama
Engels.
Infrastruktur Ekonomi dan Superstruktur
Sosial budaya
Marx berulang-ulang menekankan ketergantungan politik pada struktur
ekonomi, tipe analisa yang sama berlaku untuk pendidikan , agama, keluarga, dan
semua institusi sosial lainnya. Sama halnya dengan kebudayaan suatu masyarakat,
termasuk standar-standar moralitasnya, kepercayaan-kepercayaan agama,
sistem-sistem filsafat, ideologi politik, dan pola-pola seni serta kreativitas
sastra juga mencerminkan pengalaman hidup yang riil dari orang-orang dalam
hubungan-hubungan ekonomi mereka. Hubungan antara infrastruktur ekonomi dan
superstruktur budaya dan struktur sosial yang dibangun atas dasar itu merupakan
akibat langsung yang wajar dari kedudukan materialisme historis. Adaptasi
manusia terhadap lingkungan materilnya selalu melalui hubungan-hubungan ekonomi
tertentu, dan hubungan-hubungan ini sedemikian meresapnya hingga semua
hubungan-hubungan sosial lainnya dan juga bentuk-bentuk kesadaran, dibentuk
oleh hubungan ekonomi itu.
Kelas Sosial, Kesadaran Kelas, dan
Perubahan sosial
Salah satu kontradiksi yang paling mendalam dan luas yang melekat dalam
setiap masyarakt di mana ada pembagian kerja dan pemilikan pribadi adalah
pertentangan antara kepentingan-kepentingan materil dalam kelas-kelas sosial
yang berbeda. Marx memang bukan orang pertama yang menemukan konsep kelas, tapi
menurut Marx pembagian kelas dalam masyarakat adalah pembagian antara
kelas-kelas yang berbeda, faktor yang paling penting mempengaruhi gaya hidup
dan kesadaran individu adalah posisi kelas. Ketegangan konflik yang paling besar
dalam masyarakat, tersembunyi atau terbuka adalah yang terjadi antar kelas yang
berbeda, dan salah satu sumber perubahan sosial yang paling ampuh adalah muncul
dari kemenangan satu kelas lawan kelas lainnya.
Mengenai konsep kelas Marx, mengidentifikasikan tiga kelas utama dalam
masyarakat kapitalis, yaitu buruh upahan, kapitalis, dan pemilik tanah. Kelas
tersebut dibedakan berdasarkan pendapatan pokok yakni upah, keuntungan, sewa
tanah untuk masing-masinnya. Selanjutnya Marx juga melakukan pembedaan antara
dimensi obyektif dan subyektif antara kepentingan kelas. Kesadaran kelas
merupakan satu kesadaran subyektif akan kepentingan kelas obyektif yang mereka
miliki bersama orang-orang lain dalam posisi yang serupa dalam sistem produksi.
Konsep “kepentingan” mengacu pada sumber-sumber materil yang aktual yang
diperlukan kelas untuk memenuhi kebutuhan atau keinginan individu. Kurangnya
kesadaran penuh akan kepentingan kelas sangat berhubungan dengan penerimaan
yang berkembang untuk mendukung kelas dominan dan struktur sosial yang ada.
Pengaruh ideologi inilah yang memunculkan “kesadaran palsu”.
Bila nanti terjadi krisis ekonomi dalam sistem kapitalis, menurut Marx akan
menjelaskan bahwa kontradiksi-kontradiksi internal dalam kapitalisme akan
mencapai puncak gawatnya dan sudah tiba waktunya bagi kaum proletar untuk
melancarkan suatu revolusi yang berhasil
Kritik Terhadap Masyarakat Kapitalis
Menurut Marx dalam Das kapital, ia menekankan bahwa untuk mengungkapkan
dinamika-dinamika yang mendasar dalam sistem kapitalis sebagai sistem yang
bekerja secara aktual, yang berlawanan dengan versi yang diberikan oleh para
ahli ekonomi politik sangat bersifat naif.
Marx menerima teori nilai tenaga kerja dari nilai pasar suatu komoditi
ditentukan oleh jumlah tenaga kerja yang menghasilkan produksi itu. Nilai merupakan
faktor utama menetukan harga komoditi.
Gagasan Marx dalam hal ini selanjutnya dikenal dengan istilah “Surplus Value”
atau teori nilai lebih yaitu pertukaran yang tidak proporsional antara nilai
pakai dan nilai tukar. Dalam hal ini keuntungan yanng lebih besar dimiliki oleh
para kapitalis, dan buruh tidak berkuasa atas nilai lebih yng telah dihasilkannya
sebagai tenaga kerja.
Ketika Marx hidup waktu Di Eropa sedang terjadi revolusi industri, lalu
dalam hal ini Marx melakukan kritik atas ekspansi kapitaslis dan korelasinya
dengan krisis ekonomi. Menurut marx penggunaan mesin baru yang hemat buruh merusakkan
keseimbangan antara kemampuan produktif dan permintaan, dan karena itu
mempercepat krisis ekonomi. Selain itu juga menurut marx eskpansi Kapitalis
akan membuat individu-individu semakin teralienasi. Dan paradoks atas
kapitalisme akan muncul.
2.3. Teori Karl Marx (1818 - 1883)
Karl Marx (1818 – 1883) belajar ilmu hukum di Bonn dan kemudian di
Berlin, dimana dia merasa tertarik dengan teori filsafat Hegel. Tidak lama
sesudah berkenalan dengan filsafat hegel, ia sendiri menjadi tokoh terkenal
dalam kalangan Hegelian berhaluan kiri. Karena pikiran-pikirannya yang terlalu
ekstrem, dia berpendapat bahwa dia tidak mungkin mengharapkan karir
akademisnya. Setelah menamatkan studinya dengan sebuah disertasi tentang
filsafat Yunani, ia menjadi wartawan dan kemudian redaktur pada suatu harian
yang diterbitkan di kota Koln. Karena tulisannya selalu mengkritik pemerintahan
akhirnya marx mendapat tindakan dari pemerintah Prusia, akibatnya Marx mengambil
keputusan untuk meninggalkan Jerman. Marx pindah ke Paris (Prancis) dan bertemu
dengan Friedrich Engels (1820 – 1895), anak pemilik pabrik tenun di Barmen (Jerman).
Perjumpaan ini sangat menentukan untuk masa depan Karl Marx. Sampai akhir
hidupnya Marx bersahabat dengan Engels dan tidak jarang terjadi bahwa Engels
member bantuan materiil kepadanya, supaya Marx sanggup mengerjakan pekerjaan
ilmiahnya. Dalam banyak hal Marx dan Engels bekerjasama dan juga
menerbitkan karangan-karangan yang merupakan buah pena mereka bersama, sehingga
seringkali tidak dapat dipastikan bagian mana yang berasal dari masing-masing.
Ketika Marx meninggalkan Prancis, ia berpindah ke Brussel. Di kota tersebut
Marx dan Engels lebih intensif mengarahkan perhatian kepada politik
internasional, hal ini dilatarbelakangi oleh pekerjaannya sebagai wartawan
menyebabkan ia berkecimpung dalam politik yang praktis. Hal ini menjadikan Marx
dapat secara langsung berhubungan dengan kenyataan kemasyarakatan. Ia mulai
belajar ekonomi negara secara mendalam. Marx dan Engels menjadi anggota “
Perhimpunan Komunis “ dan atas permintaan organisasi ini mereka menyusun
Manifesto Komunis (1884), suatu pernyataan dari pihak komunis pada ketika
suasana revolusioner dirasakan di banyak tempat di Eropa. Waktu itu revolusi
Jerman pada tahun 1848 Marx dan Engels pulang ke Jerman dan di sana mereka
menerbitkan sebuah harian. Tetapi revolusi saat itu mengalami kegagalan, Marx
kembali lagi ke Paris dan akhirnya menetap di London. Di London pada tahun 1867
diterbitkan jilid pertama suatu buku yang berjudul Das Kapital yang dinggap
sebagai karya terpenting dan pokok karangan Marx. Karena pekerjaan organisatorisnya
dalam gerakan komunis dan karena kesehatannya semakin terganggu, Marx sendiri
tidak sanggaup menyelesaikan buku ini. Sesudah Marx meninggal di London, maka
Engels menyelesaikan buku Das Kapital jilid II dan III masing-masing pada tahun
1885 dan 1894. Menurut (Bertens : 1998, hal 78 ; Harun hadiwijono : 1980, hal
118 ; Miriam Budiardjo : 2008, hal 140).
Marx tertarik oleh gagasan dialektik seperti yang dibentangkan oleh Hegel,
karena di dalamnya terdapat unsur kemajuan melalui konflik dan pertentangan.
Dan unsur inilah yang ia perlukan untuk menyusun teorinya mengenai perkembangan
masyarakat melalui evolusi. Untuk melandasi teori sosial, ia merumuskan dulu
teori mengenai materialisme dialektis (dialectical materialism), kemudian
konsep-konsep ini dipakainya untuk menganalisa sejarah perkembangan masyarakat
yang dinamakannya materialisme historis (historical materialism). Atas dasar
analisa terakhir ia sampai pada kesimpulan bahwa menurut hukum ilmiah, dunia
kapitalis akan mengalami revolusi (yang olehnya disebut revolusi prolentar)
yang akan menghancurkan sendi-sendi masyarakat itu, dan akan meratakan jalan
untuk timbulnya masyarakat komunis.
Materialisme Dialektis
Dari ajaran Hegel, Marx mengambil dua unsur, yaitu gagasan mengenai
terjadinya pertentangan antara segi-segi yang berlawanan, dan gagasan bahwa
semua berkembang terus. Dalam hal itu Marx menolak asas pokok dari aliran idealism
bahwa hukum idealetik hanya berlaku di dalam dunia yang abstrak, yaitu dalam
pikiran manusia. Marx menandaskan bahwa hukum dialektik terjadi dalam dunia
kebendaan (dunia materi) dan sesuai dengan pandangan itu, ia menamakan
ajarannya Materialisme. Selanjutnya ia berpendapat bahwa setiap benda atau
keadaan (Phenomenon) dalam tubuhnya sendiri menimbulkan segi-segi yang
berlawanan (opposites). Segi-segi yang berlawanan dan bertentangan satu sama
lain dinamakan kontradiksi. Dari pergumulan ini akhirnya timbul semacam
keseimbangan; dikatakan bahwa benda atau keadaan telah di negasi-kan. Menurut
(Miriam Budiardjo : 2008, hal142).
Sesuai dengan hukum dialektik, gerak ini terus terjadi sehingga setiap kali
ditimbulkan suatu negasi yang lebih baru. Setiap negasi dianggap sebagai
kemenangan yang baru atas yang lama, suatu kemenangan yang dihasilkan oleh
kontadiksi-kontradiksi dalam tubuhnya sendiri. Jadi, setiap objek dan
phenomenon melahirkan benih-benih untuk penghancuran diri sendiri untuk
selanjutnya diubah menjadi sesuatu yang lebih tinggi mutunya. Negasi dianggap
sebagai penghancuran dari yang lama, sebagai hasil dari perkembangan sendiri
yang diakibatkan oleh kontradiksi-kontradiksi intern. Jadi, setiap phenomenon
bergerak dari taraf yang rendah ke taraf yang lebih tinggi, bergerak dari
keadaan yang sederhana ke arah yang lebih kompleks. Gerak ini terjadi dengan
melompat-lompat melalui gerak spriral ke atas dan tidak melalui gerak lurus ke
atas. Dengan tercapainya negasi yang tertinggi maka selesailah perkembangan
dialektis.
Materialisme Historis
Pokok-pokok materialisme dialektis dipakai oleh Marx untuk menganalisa
masyarakat dari permulaan zaman sampai masyarakat pada zaman Marx berada. Maka
dari itu, teori ini disebut materialisme histoeikal (historical materialism).
Dan karena materi oleh Marx diartikan sebagai keadaan ekonomi, maka teori Marx
juga sering disebut “analisa ekonomis terhadap sejarah” (economic
interpretation of history). Dalam menjelaskan teorinya Marx menekankan bahwa
sejarah (yang dimaksud hanyalah sejarah Barat) menunjukkan bahwa masyarakat
zaman lampau berkembang menurut hukum-hukum dialektis (yaitu maju melalui
pergolakan yang disebabkan oleh kontradiksi-kontradiksi intern melalui suatu
gerak spiral ke atas) sampai menjadi masyarakat dimana Marx berada. Menurut
(Miriam Budiardjo : 2008, hal143).
Menurut Marx perkembangan dialektis terjadi lebih dahulu dalam struktur
bawah (atau basis) dari masyarakat, yang kemudian menggerakan “struktur
atasnya”. Basis dari masyarakat bersifat ekonomis dan terdiri atas dua aspek,
yaitu cara berproduksi (misalnya teknik dan alat-alat) dan hubungan ekonomi
(misalnya system hak milik, pertukaran dan distribusi barang). Diatas basis
ekonomi berkembanglah struktur atas yang terdiri dari kebudayaan, ilmu
pengetahuan, konsep-konsep hukum, kesenian, agama, dan yang dinamakan ideologi.
Perubahan sosial politik dalam masyarakat disebabkan oleh perubahan dalam basis
ekonomi yakni pertentangan atau kontradiksi dalam kepentingan-kepentingan
terhadap tenaga-tenaga produktif, sedangkan lokomotif dari perkembangan
masyarakat adalah pertentangan antara kelas sosial.
Berdasarkan hukum dialetika, masyarakat telah berkembang menjadi masyarakat
kapitalis di mana Marx berada. Gerak dialektis ini mulai pada saat komune
primitive berkembang dari suatu masyarakat yang tidak mengenal milik pribadi
dan tidak mengenal kelas menjadi masyarakat yang mulai mengenal milik pribadi
serta pembagian kerja, dan karena itu mengenal juga pembagian dalam kelas-kelas
sosial. Jadi, masyarakat yang semula bersifat komune primitive pada suatu
ketika menjadi masyarakat berkelas dan pada saat itulah gerak dialektis mulai.
Gerak ini disebabkan oleh pertentangan antara dua kelas utama di dalam
masyarakat. Dalam masyarakat berkelas pertama, yaitu masyarakat budak, terjadi
pertentangan antara kelas budak. Masyarakat budak secara dialektis berubah
menjadi masyarakat feudal yang pada gilirannya pula terdorong oleh pertentangan
antara kelas pemilik tanah dan kelas penggarap ranah – pertentangan yang
dimenangkan oleh borjuasi – berubah menjadi masyarakat kapitalis. Menurut teori
sosial ini, maka masyarakat kapitalis, terdorong oleh pertentangan antara kaum
kapitalis dan kaum proletar, akan berubaha sebagai gerak dialektis terakhir
menjadi masyarakat komunis.
Perkembangan ini menurut Marx adalah tidak terelakkan, karena sudah
merupakan hukum sosial. Dalam usaha mencapai masyarakat komunis, kaum proletar
akan memainkan peranan penting, mereka merebut kekuasaan dari tangan kapitalis,
mengambil alih segala alat produksi dan melalui tahap transisi yang dinamakan
dictator proletariat akhirnya akan tercapailah masyarakat komunis. Mengenai
dictator proletariat dikatakan oleh Marx:
Antara masyarakat kapitalis dan masyarakat komunis terdapat suatu masa
peralihan dimana terjadi transformasi secara revolusioner dari masyarakat
kapitalis menjadi masyarakat komunis. Ini sesuai dengan adanya masyarakat
peralihan politik dimana Negara merupakan, tidak lain dan tidak bukan, dictator
revolusioner dari kaum proletar.
2.4. Karir Politik
Marx dalam perjuangannya, setia ditemani Frederich Engels. Ketika liga
komunis (Jerman) berada dibawah pimpinan Weithing, seorang yang tidak tunduk
bulat kepada Marx dan yang tidak disetujui Marx sebagai pemimpin liga itu,
dengan alasan pengetahuannya yang kurang sebagai pemimpin, Marx menghancurkan
Weithing dimata pengikutnya (1847). Begitu juga pada pemimpin Gerakan Buruh di
Jerman (Lasalle) pada tahun 1862. Demikian pula Perkumpulan Internasional I
(1865-1876) tidak luput dari perebutan kekuasaan. Dalam kongres Perkumpulan
Internasional I di Basel tahun 1869. Bakunin menguasai persidangan. Pada
kongres selanjutnya di Den Hag (1872) Marx berhasil menyingkirkan Bakunin.
Namun, pengaruh Bakunin dalam gerakan masih kuat sehingganya Marx memindahkan
pusat organisasinya ke Amerika Serikat yang akhirnya organisasi itu dibubarkan
dalam kongres di Philadelphia tahun 1876. (Firdaus Syam :2010, hal 178)
2.5. Politik
Negara. menurut Marx, negara sebagai alat belaka dari
kelas penguasa (berpunya) untuk menindas kelas yang dikuasai (yang tidak
berpunya). Di Negara kaum majikan didapati bentuk monarki, republik,
aristokrasi atau republik demokratik. Bentuk pemerintahanya bahkan bervariasi,
tetapi esensinya tetap sama. Kaum budak tidak memiliki hak dan merupakan
golongan tertindas, mereka tidak dianggap sebagai manusia. Kondisi seperti ini
menurut Marx di dalam negara feodal.
Memahami pemikiran Marx mengenai negara,
harus dipahami dalam konteks sosial historis saat ia hidup. Marx hidup saat
Eropa di abad XIX dengan peradaban industri dimana keberpihakan pada kelompok
Borjuis kapitalis dengan menyengsarakan kelompok terbesar yakni kelas
proletariat. Keadaan ini yang melahirkan pemikiran Karl Marx bahwa negara hanya
alat bagi kaum borjuis dan kapitalis, sehingganya lembaga negara tidak ada
gunanya. Oleh sebab itu, Marx yang harus diperjuangkan agar negara itu lenyap,
adalah perjuangan kelas proletariat untuk menciptakan masyarakat tanpa kelas
karena dengan begitu negara akan lenyap dengan sendirinya.
Untuk melakukan perubahan menuju masyarakat
sosialis dan akhirnya masyarakat komunis yang tanpa kelas (uncleasses) diperlukan
suatu revolusi. Revolusi yang digambarkan Marx adalah melalui dua tahap; pertama,
revolusi yang dipelopori golongan borjuis yang hendak menghancurkan
golongan feodal; kedua, revolusi yang dilakukan kelas pekerja dalam
usaha penghancuran golongan borjuis. Pada tahap transisi dari masyarakat
kapitalis ke tahap masyarakat komunisme, kekuasaan dilaksankan oleh kelas
pekerja dengan mempergunakan sistem kekuasaan yang disebut proletar (secara
diktator).
Nasionalisme. Dalam bukunya Communist Manifesto, Marx
menulis perbedaan serta pertentangan nasional yang menurutnya semakin hari
semakin menghilang. Ini disebabkan adanya perdagangan bebas, kelompok borjuis,
pasar dunia keseragaman cara produksi serta beerbagai kehidupan yang memiliki
kaitan erat dengan cara produksi itu. Menurutnya melalui perspektif ekonomi,
nasionalisme akan lenyap sebagai kecurigaan usang dari zaman industri.
Realitanya, di negara komunis tidak terjadi
kemerosotan nasionalisme, bahkan tokoh komunis uni soviet, Stalin tidak mampu
mencegah Yugoslovia yang memperjuangkan kemerdekaan nasionalnya pada tahun
1948. Pasca kematian Stalin pergolakan di Jerman Timur tahun 1953. Revolusi
Polandia tahun 1956, revolusi Hongaria tahun 1956, upaya Cekoslawakia tahun
1948 berupaya menuntut kemerdekaan. Bahkan pada dekade 1980-an, bukan saja
negara soviet rontok akan ideologi komunisnya tetapi satu persatu bagian
wilayah Uni Soviet (Azerbayzan, kazakstan, Georgia, Turmekistan, Latvia,
Lituania, dan Estonia) telah melepaskan diri yang didasarkan pada kemerdekaan
nasionalisme.
Etika. Marx memandang etika sebagai sesuatu yang
berubah, menurut zaman dan tingkat produksi. Dalam masa-masa sebelum diktator proletariat,
etika itu baginya sama saja dengan etika kalangan berpunya, kalangan penguasa.
Jadi etika itu bersifat nisbi, tidak ada yang absolut. Berbeda dengan etika
pekerja di masa diktator proletariat, bahwa etika pekerja penuh dengan
sifat-sifat kemanusiaan yang cenderung pada keabsolutan. Semua alat dihalalkan
asalkan maksud sampai. Ini seakan yang bersifat mutlak. (Firdaus Syam ; 2010,
hal 184)
Agama. Bagi Marx Relligion is The Opium of
People, adalah ungkapannya yang terkenal bagaimana umumnya orang memiliki
penilaian terhadap sikap kalangan komunis terhadap keberadaan agama di tengah
masyarakat dan negara. Marx memandang agama tidak menjadikan manusia menjadi
dirinya sendiri, melainkan menjadi sesuatu yang berada di luar dirinya yang
menyebabkan manusia dengan agama menjadi makhluk yang terasing dari dirinya
sendiri. Agama harus dilenyapkan karena agama sebagai alat kaum borjuis
kapitalis untuk mengeksploitasi kelas pekerja atau ploretariat. Agama dijadikan
sebagai alat kekuasaan untuk mempertahankan kekuasaannya, selain dijadikan alat
agar rakyat tidak melakukan perlawanan, pemberontakan, dibiarkan terlena dan
patuh atas penguasa, dan semua ini sebagai fungsi eksploitatif agama. Marx
percaya bahwa agama adalah perangkap yang dipasang kelas penguasa untuk
menjerat kaum ploretariat, bila perbedaan kelas itu hilang, agama dengan
sendirinya akan lenyap.
Namun, pandangan Marx terhadap fungsi agama
bertentangan dalam perspektif sosiologi agama. Dalam perspektif sosiologi agama
justru agama telah memberikan peran sebagai ideologi pembebasan bagi kalangan
tertindas terhadap yang menindas.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Karl Marx yang terlahir di bulan Mei 1818 di Trier, Jerman ini meruapakan
salah satu filsafat yang paling berpengaruh di dalam perkembangan
sejarah. Kemampuan gagasan Marx untuk berdialektika dengan zaman, menjadikannya
pemikir yang tidak pernah sepi dari kritikan dan pujian atasnya. Namun, apapun
tanggapan dunia terhadapnya, kehadirannya telah menggerakkan kesadaran kelompok
buruh, budak dan aktivis sosialis untuk mengorganisir diri dan berjuang
mewujudkan perubahan.
Pendapat Karl Marx tentang tujuan akhir berupa masyarakat tanpa kelas
sebenarnya merupakan suatu yang paradoks dengan konsep dialektis itu sendiri.
Dialektisisme merupakan sebuah proses yang terus menerus sehingga tidak akan
terhenti.
Pandangan politik Marx akan negara meruapakan suatu alat bagi kaum borjuis kapitalis
yang kehancurannya tidak dapat dielakkan dalam hal ini Marx tidak menghendaki
negara kapitalis namun lebih menghendaki negara komunis yang menurutnya negara
yang masyarakatnya tanpa adanya kelas sehingganya tidak ada kesengsaraan dalam
kelas ploretariat yang mana hal tersebut terjadi pada negara feodal dan negara
kaum borjuis kapitalis.
DAFTAR PUSTAKA
Adams, Ian. 2004.Ideologi Politik Mutakhir. Yogyakarta: CV. Qalam.
Adian, Donny Gahral.2 006, Percik Pemikiran Kontemporer, Yogyakarta:
Jalasutra
Bagus, Lorens. 2000, Kamus Filsafat, Jakarta: Gramedia
Hart, Michael H. 1992, Seratus Tokoh Paling Berpengaruh Dalam Sejarah,
terj.Mahbub Djunaedi, Jakarta: Pustaka Jaya
Rius, 2000, Marx Untuk pemula, Yogyakarta: Insist
Santoso, Listiyono, dkk. 2007, Epistemologi Kiri, Yogyakarta: Ar-Ruz
Media
Sumber http://rumahputih.net . Diakses pada 20 Oktober 2008
Suseno, Franz Magnis. 2001, Pemikiran Karl Marx: Dari Sosialisme Utopis
Ke Perselisihan Revisionisme, Jakarta: Gramedia
Syam, Firdaus.
2010. Pemikiran Politik Barat;sejarah,filsafat,ideologi,dan pengaruhnya
terhadap dunia ke-3. Jakarta: Bumi Aksara
0 komentar:
Posting Komentar