Jumat, 27 Oktober 2017

// // Leave a Comment

PEMBAHARUAN DI PAKISTAN MENURUT TOKOH IQBAL, ALI JINNAH DAN MAUDUDI


DAFTAR ISI


HALAMAN JUDUL............................................................................................... i
KATA PENGANTAR............................................................................................ ii
DAFTAR ISI............................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................... 1
1.      Latar Belakang..................................................................................................... 1
2.      Rumusan Masalah................................................................................................ 1
3.      Tujuan Masalah.................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN......................................................................................... 3
1.      Muhammad Iqbal........................................................................................... 3
2.      Muhammad Ali jinnah................................................................................... 6
3.      Maududi......................................................................................................... 11
BAB III PENUTUP................................................................................................. 14
Kesimpulan............................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................. 15






BAB I
PENDAHULUAN


1.      Latar Belakang
Pikiran dan aliran yang memasuki lapangan agama dan modernisme dalam hidup keagamaan di barat mempunyai tujuan untuk menyesuaikan ajaran-ajaran yang terdapat dalam agama Katolik dan Protestan dengan ilmu pengetahuan dan falsafah modern. Aliran ini akhirnya membawa kepada timbulnya sekularisme di masyarakat Barat.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi modern memasuki dunia Islam, terutama sesudah pembukaan abad ke-19 M, yang dalam sejarah Islam dipandang sebagai permulaan Periode Modern. Kontak dengan Dunia Barat selanjutnya membawa ide-ide baru ke dunia Islam seperti rasionalisme, nasionalisme, demokrasi dan sebagainya.  Semua ini menimbulkan persoalan-persoalan baru dan pemimpin-pemimpin Islam pun mulai memikirkan cara mengatasi persoalan-persoalan itu.
Sebagaimana halnya barat, di dunia Islam juga timbul pikiran dan gerakan untuk menyesuaikan paham-paham keagamaan Islam dengan perkembangan baru yang ditimbulkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern. Dengan jalan demikian pemimpin-pemimpin Islam modern mengharap akan dapat melepaskan umat Islam dari suasana keunduran selanjutnya dibawa kepada kemajuan.
Kaum orientalis, yang sejak lama mengadakan studi tentang Islam dan umat Islam, mempelajari perkembangan modern tersebut. Hasil penyelidikan kaum orientalis barat ini segera melimpah ke Dunia Islam. Kaum terpelajar Islam mulailah pula memusatkan perhatian terhadap perkebangan modern dalam Islam dan kata modernism pun mulai pula diterjemahkan kedalam bahasa-bahasa yang di pakai dalam Islam seperti at-tajdid dalam bahasa Arab dan pembaharuan dalam bahasa Indonesia.    
Untuk memperdalam ilmu pengetahuan maka dalam penulisan makalah ini penulis menukil sebuah pembaharuan yang terjadi di Pakistan  menurut tokoh iqbal, ali jinnah dan maududi
2.      Rumusan Masalah
 Adapun  masalah yang akan di bahas dalam makalah ini, yaitu:
a.       Bagaimana sejarah hidup para tokoh?
b.      Apa pemikiran-pemikiran yang dimiliki para tokoh?

3.      Tujuan Penulisan
a.       Untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Pemikiran Modern Dalam Islam
b.      Sebagai bahan diskusi
c.       Untuk menambah wawasan pembaca dan penulis khususnya.

















BAB II
PEMBAHASAN


1.            Muhammad Iqbal
A.    Profil Muhammad Iqbal
Dalam memahami iqbal dan sinifikasinya pesannya, kita perlu mengetahui kondisi anak benua India selama masa hidup Iqbal suatu masa yang berpuncak pada iqbal sendiri. Kita tidak akan mengerti makna pesan iqbal sesungguhnya tanpa menelaah ini, melodi lagunya, dan nyala batin yang membuatnya terus-menerus berjuang. Anak benua India mengalami fase paling sulit dalam sejarahnya selama masa hidup Iqbal.(ali,2003:3)
Iqbal berasal dari keluarga miskin, dengan mendapatkan beasiswa dia mendapat pendidikan bagus. Keluarga Iqbal berasal dari keluarga Brahmana Kashmir yang telah memluk agama Islam sejak tiga abad sebelum kelahiran Iqbal, dan menjadi penganut agama Islam yang taat. (mizan,1995:173)
Pada usia sekolah, Iqbal belajar Al Qur’an di surau. Disinilah Iqbal banyak hapal ayat-ayat Al Qur’an yang selanjutnya jadi rujukan pengembangan gagasannya dalam pembaharuan keislamannya. Selanjutnya di meneruskan ke Scottish Mission School, Sialkot . Disini dia bertemu guru ternama sekaligus teman karib ayahnya, Sayid Mir Hasan. Pengaruh Mir Hasan ini sangat kuat pada dirinya ini dibuktikannya dengan menolak pemberian gelar Sir oleh pemerintah inggris pada tahun 1922, sebelum gurunya mendapat gelar kehormatan pula, yaitu Syams al- ‘Ulama.
Pada tahun 1895 Iqbal menyelesaikan pelajarannya di Scottish dan pergi ke Lahore. Disini ia melanjutkan studi Government College gurunya adalah - Sir Thomas Arnold. Disini dia mendapatkan dua kali medali emas karena baiknya bahasa Inggris dan Arab karena kejeniusannya pula dia menjadi mahasiswa kesayangan Sir Thomas Arnold. Arnoldlah yang mendorongnya agar -melanjutkan pendidikannya ke Inggris karena melihat kejeniusan Iqbal. Setelah selesai di Government College Iqbal belajar ke Eropa pada tahun 1905. Dari sini pengembangan intelektual Iqbal dimulai. (mizan,1995:43).
Iqbal memilih melanjutkan di Cambridge University, Inggris, ia belajar filsafat dengan Mc. Taggart, kemudian mengambil gelar doktor (Ph.D) di Munich, Jerman dan lulus pada tahun1908 dengan disertasi berjudul The development of Methapysics of Persia. Didalam disertasi inilah Iqbal mengkritik tajam ajaran tasawwuf dengan mengatakan tidak mempunyai dasar yang kukuh dan historis dalam ajaran Islam yang murni. Iqbal melihat ada nilai-nilai baik yang transendental yang tak dimiliki oleh Eropa. Barat, menurut Iqbal, kehilangan semangat spritual dan terlalu menumpukan pada rasio dalam menjawab setiap problematika.”Meskipun ia mengakui Eropa baik, tapi ia yakin Islam lebih baik .

Dia kembali dari Eropa sebagai Pan-Islamis bahkan bisa dikatakan sebagai puritan. Perubahan spritual dan ideologis Iqbal makin dalam dari nasionalis menjadi kampiun kebangsaan Muslim dia merasa yakin bahwa antara Hindu dan Islam harus punya negara masing-masing secara terpisah dan tindakannya sendiri sudah jelas.

B. Pemikiran Iqbal
Pemikiran Iqbal mengenai kemunduran dan kemajuan umat Islam mempunyai pengaruh pada gerakan pembaharuan dalam Islam. Ia berpendapat bahwa kemunduran umat Islam selama 500 tahun terakhir di sebabkan oleh kebekuan dalam pemikiran. Sebab lain terletak pada pengaruh zuhud yang terdapat dalam ajaran tasawuf. Menurut tasawuf yang mementingkan zuhud, perhatian harus dipusatkan kepada Tuhan dan apa yang berada di balik alam materi. Hal itu akhirnya membawa kepada keadaan umat kurang mementingkan soal kemasyarakatan dalam Islam. Sebab terutama ialah hancurnya Baghdad, sebagai pusat kemajuan pemikiran umat Islam di pertengahan abad ke-13.

Kaum konservatif dalam Islam berpendapat bahwa rasionalisme yang ditimbulkan golongan muktazilah akan membawa kepada disintegrasi. Untuk itu mereka menolak segala pembaharuan dalam bidang syariat dan berpegang teguh pada hukum-hukum yang telah ditentukan ulama terdahulu. Pintu ijtihad mereka tutup.

Hukum dalam Islam sebenarnya, demikian Iqbal, tidak bersifat statis, tetapi dapat berkembang sesuai dengan perkembangan zaman. Pintu ijtihad tidak pernah tertutup. Pada zaman modern, ijtihad telah semenjak lama dijalankan di Turki yang melepaskan diri dari belenggu dogmatisme. Baru bangsa Turkilah yang mempergunakan hak kebebasan berpikir yang terdapat dalam Islam.

Islam pada hakikatnya mengajarkan dinamisme demikian pendapat Iqbal. Konsep Islam mengenai alam adalah dinamis dan senantiasa berkembang. Kemajuan serta kemunduran dibuat Tuhan silih berganti di antara bangsa-bangsa yang mendiami bumi ini. Ini mengandung arti dinamisme.
Islam mempertahankan konsep dinamisme dan mengakui adanya gerak dan perubahan dalam hidup social manusia. Dan prinsip yang dipakai dalam soal gerak dan perubahan itu ialah ijtihad.

Barat menurut penilaian Iqbal, amat banyak dipengaruhi oleh materialism dan telah mulai meninggalkan agama. Yang di ambil umat Islam dari barat hanyalah ilmu pengetahuannya. Kalau kapitalisme ia tolak, sosialisme barat dapat ia terima. Ia bersikap simpatik terhadap gerakan sosialisme di Barat dan di Rusia. Tapi Iqbal tidak begitu saja menerima apa yang datang dari barat. Iqbal menentang nasionalisme, karena dalam nasionalisme seperti yang ia jumpai di Eropa, ia melihat bibit materialism dan ateisme dan keduanya merupakan ancaman besar bagi peri kemanusiaan.

Di India terdapat dua umat besar, demikian Iqbal dan dalam pelaksanaan demokrasi Barat di India, kenyataan ini harus diperhatikan. Untuk itu, umat Islam harus menuju pembentukan Negara tersendiri, terpisah dari Negara Hindu. Tjuan membentuk Negara tersendiri ini, ia tegaskan dalam rapat tahunan Liga Muslimin di tahun 1930. Ide dan tujuan membentuk Negara tersendiri diumumkan secara resmi dan kemudian menjadi tujuan perjuangan nasional umat Islam di India.

Ide Iqbal bahwa umat Islam India merupakan suatu bangsa dan oleh Karena itu memerlukan satu Negara tersendiri tidaklah bertentangan dengan pendiriannya tentang persaudaraan dan persatuan umat Islam. Bagi Iqbal dunia Islam seluruhnya merupakan satu keluarga yang terdiri atas republik-republik dan Pakistan yang akan dibentuk adalah salah satu Republik itu. (Nasution,2003: 183-187)

2.      Muhammad Ali Jinnah
A.    Profil Muhammad Ali Jinnah
Muhammad Ali Jinnah adalah anak seorang saudagar dan lahir di Karachi pada tanggal 25 Desember 1876. Di masa remaja ia telah pergi ke London untuk meneruskan studi dan di sanalah ia memperoleh kesarjanaannya dalam bidanghukum di tahun 1896. Pada tahun itu juga ia kembali ke India dan bekerja sebagai pengacara di Bombay.

Tiada lama sesudah itu ia menggabungkan diri dengan Partai Kongres .
Pada tahun 1913 itu juga Jinnah dipilih menjadi Presiden Liga Muslimin. Pada waktu itu ia masih mempunyai keyakinan bahwa kepentingan umat Islam India dapat dijamin melalui ketentuan-ketentuan tertentu dalam Undang-Undang Dasar. Untuk itu ia mengadakan pembicaraan dan perundingan dengan pihak Kongres Nasional India. Salah satu hasil dari perundingan ialah perjanjian Lucknow 1916. Menurut perjanjian itu ummat Islam India akan memperoleh daerah pemilihan terpisah dan ketentuan ini akan dicantumkan dalam Undang-Undang Dasar India yang akan disusun kelak kalau telah tiba waktunya. (Nasution,1996:197)

Selanjutnya dalam Konferensi Meja Bundar London yang diadakan pada tahun 1930-1932 ia menjumpai hal-hal yang menimbulkan perasaan kecewa dalam dirinya. Ia memutuskan mengundurkan diri dari lapangan polotik dan menetap di London. Di sana ia bekerja sebagai pengacara. Dalam pada itu Liga Muslimin perlu pada pimpinan baru lagi aktif, maka di tahun 1934 ia diminta pulang oleh teman-temannya dan pada tahun itu juga ia dilih menjadi Ketua tetap dari Liga Muslimin. Dibawah pimpinan Jinnah kali ini, Liga Muslimin berobah menjadi gerakan rakyat yang kuat. Dengan adanya perkembangan ini ummat Islam India, tiba-tiba mulai sadar, demikian Al-Biruni menulis, bahwa apa yang ditakutkan Sir Sayyid Ahmad Khan dan Vigar Al-Mulk sebelumnya, sekarang mulai menjadi kenyataan, kekuasaan Hindu mulai terasa. Para Perdana Menteri Punjab, Bengal dan Sindi juga mulai mengadakan kerjasama dengan Jinnah.

Sokongan ummat Islam India kepada Jinnah dan Liga Muslimin bertambah kuat lagi dan ini ternyata dari hasil pemilihan 1946. di Dewan pusat (Central Assembly) seluruh kursi yang disediakan untuk golongan Islam, dapat diperoleh oleh Liga Muslimin. Kedudukan Jinnah dalam perundingan dengan Inggris dan Partai Kongres Nasional India mengenai masa depan Ummat Islam India bertambahkuat.

Di tahun 1942 Inggris telah mengeluarkan janji akan memberi kemerdekaan kepada India sesudah Perang Dunia 11 selesai. Pelaksanaannya mulai dibicarakan dari tahun1945. Dalam pada itu diputuskan untuk mengadakan sidang Dewan Kostitusi pada bulan Desember 1946, dan Jinnah melihat bahwa dalam suasana demikian sidang tidak bisa diadakan dan oleh karena itu meminta supaya ditunda. Setahun kemudian keluarlah putusan Inggris untuk menyerahkan kedaulatan kepada dua Dewan Konstitusi, satu untuk Pakistan dan satu untuk India. Pada tanggal 14 Agustus 1947 Dewan Konstitusi Pakistan dibuka dengan resmi dan keesokan harinya 15 Agustus 1947 Pakistan lahir sebagai negara bagi ummat Islam India. Jinnah diangkat menjadi Gubernur Jenderal dan mendapat gelar Qaid-i-Azam (pemimpin Besar) dari rakyat Pakistan.

Pembaharuan-pembaharuan di India mempunyai peranan masing-masing, disengaja atau tidak, dalam perwujudan Pakistan. Sayyid Ahmad Khan denganm idenya tentang pentingnya ilmu pengetahuan, Sayyid Amir Ali dengan idenya bahwa Islam tidak menentang kemajuan modern, dan Iqbal dengan ide dinamikanya, amat membantu bagi usaha-usaha Jinnah dalam menggerakan ummat Islam India, yang seratus tahun yang lalu masih merupakan masyarakat yang berada dalam kemunduran, untuk menciptakan negara dan masyarakat Islam modern di anak benua India.
B.                 Sejarah Lahirnya Negara Pakistan
Pakistan mendapat kemerdekaan dari Inggris pada 14 Agustus 1947. Nama Islam-i Jumhuriya-e Pakistan (Republik Islam Pakistan) memiliki arti dan peran penting dalam perkembangan sejarah Islam modern.
Tampak jelas dalam kata-kata Muhammad Ali Jinnaah –seorang tokoh revolusioner- pendiri negara ini yang mengatakan, "kita tidak memperjuangkan berdirinya Pakistan semata-mata untuk mendapatkan sebidang tanah, tetapi kita menginginkan suatu wilayah di mana kita bisa menerapkan prinsip dan ajaran Islam". Sejak perjuangan awal mendirikan negara Islam yang terpisah dari India, hingga terbentuk sebuah negara merdeka, Pakistan telah memberikan sumbangsih jasa bagi umat Islammasakini.
Bagi masyarakat Pakistan, Islam bukan sesuatu yang asing. Sejak pemerintahan Sultan al Walid I (705-715), para pendakwah Islam sudah melakukan ekspedisi dan penyiaran Islam ke seluruh Pakistan (pendahulu India) yang saat itu mayoritas beragama Budha. Namun, pengislaman sesungguhnya baru terjadi pada era Sultan Mahmud al Gaznawi (971-1030), yang berpusat di Kota Gazni, Afganistan. Dan semakin cemerlang pada era Dinasti Mogul berkuasa di India (1526-1858). Undang-undang Negara juga berdasarkan Syariat yang dilaksanakan oleh pemerintah. Kesan Islam pada sub-benua Asia-Selatan sangat dalam dan dalam jangkauan yang cukup luas. Islam diperkenalkan bukan merupakan suatu agama baru saja, tetapi suatu peradaban baru, suatu cara baru dalam kehidupan dan set nilai yang baru. dan kesusasteraan dari tradisi Islam, suatu kebudayaan dan pemurnian yang halus, institusi sosial dan kesejahteraan, didirikan dengan aturan Islam di seluruh sub-benua.
Sebuah bahasa baru diperkenalkan, Urdu berasal terutama dari Bahasa Arab.
Sebelum pisah menjadi Pakistan, umat Islam India merupakan minoritas amat lemah, di tengah mayoritas Hindu dan kekuasan politik serta militer Inggris. Islam dan Hindu ibarat dua arus sungai yang mengalir dan bersumber dari muara yang berbeda. Walaupun pemeluknya telah hidup berdampingan bersama selama berabad-abad, namun pandangan mereka tentang hidup dan kehidupan merupakan batas pemisah yang tidak bisa dijembatani. Maka muncullah gagasan membentuk negara sendiri bagi umat Islam. Gagasan yang diprakarsai Sir Sayid Ahmad Khan (l817-1898), kemudian berkembang luas menjadi cita-cita perjuangan, segera dirumuskan oleh Sir Muhammad Iqbal (1873-1938) melalui organisasi "Liga Muslim India". Akhirnya direalisasikan oleh Muhammad Ali Jinnah, yang dibaiat menjadi Qaid-i Azam (Pemimpin Besar) sekaligus Presiden pertama Republik Islam Pakistan. Dalam salah satu pidatonya ia (Ali Jinnah) mengatakan, "dari sudut pandang apapun ummat Islam adalah satu bangsa, mereka berhak mendirikan Negara sendiri dan menerapkan cara apapun untuk melindungi dan meningkatkan kepentingan mereka dari dominasi India."
Aral tak henti menghadang pertumbuhan negara yang tengah berjuang menerapkan syari'ah (hukum Islam), yang mengakomodasi demokrasi, HAM, toleransi, dan keadilan sosial tersebut. Mayoritas negara-negara anggota PBB rata-rata "gerah" menyaksikan kemajuan Pakistan di bidang penerapan syari'ah dan pengembangan sains modern. Puncak kekhawatiran itu, berubah menjadi ketakutan dan berujung kepada konspirasi untuk memecah belah.
Tahun 1971 timbul perang saudara antara Pakistan Barat yang dipimpin Presiden Yahya Khan dan Pakistan Timur yang dipimpin Mujibur Rahman.
Dengan bantuan penuh India, serta kelompok konspirasi lainnya, Pakistan Timur berhasil melepaskan diri dari Republik Islam Pakistan. Berdirilah Republik Bangladesh. Republik Islam Pakistan kehilangan satu sayap terpenting, berupa penyusutan wilayah geografis. Setelah tragedi pisahnya Pakistan Barat-Pakistan Timur, Republik Islam Pakistan senantiasa dililit masalah. Selain ketegangan abadi dengan India, baik mengenai perbatasan maupun "kepemilikan" Khasmir, juga ketengangan internal yang selalu meruntuhkan kewibawaan pemerintahan.
Tahun 1974, Jenderal Yahya Khan dikudeta oleh Jenderal Zulfikar Ali Butho. Juli 1977, Jenderal Ziaul Haq mengambil alih kekuasaan. Ali Butho dihukum gantung (4 April 1979). Pemerintah Ziaul Haq memberi dukungan penuh kepada Mujahidin Afganistan, yang sedang berjuang melawan invasi militer Uni Soviet (1979-1989). Namun tahun 1988, Ziaul Haq tewas, ketika helikopter yang ditumpanginya bersama Dubes Amerika Serikat di Pakistan, meledak. Kekuasan berpindah. Hingga muncul Benazir Butho, putri mendiang Zulfikar Ali Butho, merebut takhta Perdana Menteri. Hanya bertahan dua tahun. Tahun 1990, Benazir lengser karena dituduh korupsi. Digantikan Nawaz Sharif, seorang pengikut panatik Ziaul Haq. Sejak itu, pemerintahan Pakistan tak pernah stabil.  
Serangan AS ke Afganistan awal 2002, membawa pengaruh luar biasa terhadap Pakistan. Peran Pakistan membesarkan Milisi Thaliban, hingga mampu mendirikan pemerintahan Islam di Afganistan tahun 1996, berubah drastis setelah mendapat tekanan keras AS. Pakistan balik membantu AS menghancurkan Milisi Thaliban. Presiden Pervez Musharraf berperan besar dalam perubahan sikap itu. Seorang Presiden yang berhasil naik tahta dengan aksi kudeta militer tak berdarah ini, merupakan kata kunci bagi perkembangan politik dan ekonomi Pakistan kontemporer.
In the Line of Fire karya Peresiden Musharraf terbaru (2006), adalah buku yang cukup kontroversial untuk dekade akhir ini. Banyak hal yang ia paparkan dalam buku tersebut, mulai dari perbaikan ekonomi Pakistan, pemulihan demokratisasi, pengentasan kemiskinan, peningkatan taraf pendidikan, emansipasi wanita, sampai kepada perang terhadap terorisme.
 Dengan langkah-langkah reformasinya ini, seolah ia tengah bermain api, baik kepada kalangan yang memiliki dendam sejarah atasnya, atau kepada kalangan yang "emoh" terhadap ide demokrasi liberal. Kalangan oposisi pemerintah, sampai kalangan fundamentalis pun selalu memberikan catatan-catatan kritis terhadap perjalanan rezim Musyharaf ini.
Nampaknya ideologi Negara Syariat yang sejak awal dirancang, tengah menhadapi ujian, khususnya di saat negara-negara Barat menemukan momentumnya dalam setting perang melawan terorisme. Maka tak heran jika sekarang mulai muncul kembali wacana, bahwa benarkah Pakistan lahir atas dasar kepentingan mendirikan Negara Islam, ataukah sebatas membela kepentingan pemeluk Islam dari ketertindasan bangsa India saja. Entah akan ke mana akhir dari firksi ini akan bermuara, yang jelas bola api itu masih terus bergulir sampai saat ini. [1]

3.      Maududi
A.    Profil Singkat Maudidi                    
Maududi lahir di Aurangabad India Selatan, pada 25 September 1903 (3 Rajab 1321). Dia lahir dalam keluarga syarif (keluarga tokoh Muslim India Utara) dari Delhi, yang bermukim di Deccan. Keluarga ini keturunan wali sufi besar tarikat Chishti yang membantu menanamkan benih Islam di bumi India. Sayyid Ahmad Hasan, ayah Maududi, termasuk yang pertama masuk Sekolah Tinggi Anglo-Oriental Muslimnya Sayyid Ahmad Khan di Aligarh dan kut eksperimen denga modernis Islam itu. Tidak lama disana dia keluar dari Aligarh untuk menyelesaikan studi hukumnya di Allahabad. Ahmad Hasan beruaya keras membesarkan anak-ananya dalam kultur syarif. Dia mendidik mereka dengan system pendidikan klasik. Maudidi jadi ahli dalam bahasa Arab pada usia muda berkat kegigihan ayahnya mendidik anak-anaknya.
Pada usia sebelas tahun, Maudidi masuk sekolah di Aurangabad. Di sini dia mendapat pelajaran modern, khususnya sains, untuk pertama kalinya. Kemudian Maudidi berupaya untk memenuhi minat intelektualnya sendiri. Dia tidak tertarik kepada soal-soal agama. Dia hana suka soal politik. Pad waktu itu semangatnya adalah nasionalisme India.
Pada 1918, dia ke Bijnur untk bergabug dengan saudaranya, Abu Khair, dimana dia memulai karir di bidang jurnalstik. Tak lama kemudian, kedua bersaudara ini pindah ke Delhi. Di Delhi, Maudidi berhubungan denga arus intelektual dalam komunitas Muslim. Pada 1919 dia ke Jubalpur untuk bekerja pada migguanparati pro-Kongres yang bernama Taj. Disini dia jadi sepenuhnya aktif dalam gerakan Khalifah, dan aktif dalam memobilisasi kaum Muslim untuk mendukung Partai Kongres. Tulisannya membela tujuannya. Mengakibatkan mingguan ini ditutup.
Pada 1921 Maudidi mengabdi kepada Ulama Jami’at sebagai editor Muslim dan editor pengganti Muslim, yaitu Al-Jami’at. Di sinilah dia jadi lebih mngetahui kesadaran politik kaum Muslim dan jadi aktif dalam urusan agamanya. Pada tahun 1926 dia menerima sertifikat pendidikan agama dan jadi ulama.

B.     Pemikiran dan Ideologi Maudidi
Kalau biografi Maudidi banyak bicara soal asal-usul dan pendorong kebangkita Islam, maka ekposisi ideologisnya menangkap esensi pendekaan terhadap Islam dan persoalan yang dianggapnya penting.
Dalam banyak karyanya, Maudidi menguraikan pandangannya soal Islam-teologi, hukum, filsafat dan mistisisme da soal masyarakat, ekonomi dan politik. Maudidi meandang Islam sebagai ideology holistis seperti ideology Barat. Gagasan ideology Islamnya, salah satu artikulasi yang paling sistematis dan prolific dalam tema ini, sangat berpengaruh dalam membentuk gerakan kebangkita Islam.
Maudidi memandang pergulatan antara Islam dan kekufuran Barat maupun kultur Muslim tradisional India sebagai kekufuran sentral dalam kemajuan historis masyarakat Muslim. Maudidi seperti Hasan Al-Banna, tidak setuju kalau tasawuf disirnakan, namun ingin memperbaruinya, yaitu meyesuaikannya. Dalam tulisan Maudidi, tasawuf yang efektif yaitu yang bersih dari dimensinya yang tidak Islami, sinonim dengan bentuk Islam yang dikemukakannya.
Pergulatan antara Islam dan kekufuran, kata Maudidi, berpuncak pada revolusi Islam dan berdirinya Negara Islam. Dalam mendefinisikan bentuk Negara Islam Maudidi anyak meminjam dari Barat. Negar Islamnya akan di jalankan oleh mesin pemerintah yang modern : presiden terpilih,parlemen, dan kehakiman yang serba bisa. Hubungan antar cabang ini akan diatur dengan check dan balance yang ditentukan dala konstitusi.
Keberhasilan Negara Islam bergantung pada legitimasinya di mata masyarakat. Maudidi banyak menekankan pendidkan dan memandang revolusi Islam sebagai upaya gradual. Keprluan etika dan fungsional Negara Islam serta citranya yang utopian, didasarkan pada irama antara idealnya dan asirasi masyarakat. Hal ini amat penting bagi pandangan Maudidi dalam soal Negara Islam sebagai system yang efektif maupun sebagai demokrasi. Maudidi memandang Negara Islam sebagai demokrasi, bukan karena Negara Islam mengakomodasi dan menampung berbagai kepentingan social, tapi juga karena di Negara seperti ini tak aka nada isu sosio-politik yang memecah belah.

C.    Jama’at Islami
Jama’at Islami, partai yang mewujudkan visi ideologinya Maudidi, merupakan salah satu gerakan religio-politik Islam tertua dari jenisnya. Partai ini berpengaruh pada perkembangan kebangkitan Islam di dunia Muslim ada umumnya. Dan di Asia Selatan khususnya. Partai ini berdiri pada 26 Agustus 1941 di Lahore. Maudidi terlibat dalam politik Islam sejak 1938 dengan tujuan melindungi kepentingan Muslim. Jama’at-Islami berdiri terutama untuk bersaing dengan Liga Muslim dala memimpin Gerakan Pakistan, khusunya setelah resolusi Lahore 1940 memberika kepercayaan kepada Liga untk bersaing menciptakan Negara Muslim tersendiri.
Rencana Maudidi soal organisasi Muslim yang baru yang diyakininya dapat memecahkan berbagai problem yang dihadapi kaum Muslim, pada mulanya di sampaikan dalam tarjuman Al-Qur’an. Rencana ini mendapat dukungan dari banyak aktivis Muslim dan Ulama muda. Maudidi digelari pemimpin, Amir (presiden), Jama’at oleh tujuh puluh ima orang yang berkumpul di Lahore untuk mendirikan Jama’at. Maudidi memimpin Jama’at  selama tiga puluh satu tahun berikutnya, sampai 1972. Konstitusi partai juga diratifikasi pada sesi pembukaan itu. Antara 1941 dan 1947, Jama’at menyebarkan pesannya ke seluruh India melalui literature, rapat umum, konvensi dan pertemuan publik. (Ali Rahnema, 1995: 102-115)




BAB III
PENUTUP


Kesimpulan
Muhammad Iqbal, lahir 9 November 1877. Dia adalah seorang filsuf, pemikir, cendekiawan, ahli perundangan, reformis, politikus, dan yang terutama: penyair. Dia berjuang untuk kemahuan umat Islam dan menjadi “bapa spiritual” Pakistan. Iqbal berjuang di India Muslim Leage di awal 1930-an. Bersama Muhammad Ali Jinnah, dia merumuskan konsep Negara bagi Muslim India, dan tak pernah melihat berdirinya Pakistan tahun 1947 kerana sudah wafat pada 1938.
Muhammad Ali Jinnah adalah anak seorang saudagar dan lahir di Karachi pada tanggal 25 Desember 1876. Di masa remaja ia telah pergi ke London untuk meneruskan studi dan di sanalah ia memperoleh kesarjanaannya dalam bidanghukum di tahun 1896. Pada tahun itu juga ia kembali ke India dan bekerja sebagai pengacara di Bombay. Tiada lama sesudah itu ia menggabungkan diri dengan Partai Kongres.
Maududi lahir di Aurangabad India Selatan, pada 25 September 1903 (3 Rajab 1321). Dia lahir dalam keluarga syarif (keluarga tokoh Muslim India Utara) dari Delhi, yang bermukim di Deccan. Keluarga ini keturunan wali sufi besar tarikat Chishti yang membantu menanamkan benih Islam di bumi India.










DAFTAR PUSTAKA


Nasution, Harun, Pembaharuan dalam Islam. Jakarta : PT. Bulan Bintang, 2003

__________, Pembaharuan Dalam Islam. Jakarta : PT Bulan Bintang, 2003
__________, Pembaharuan Dalam Islam. Jakarta : PT Bulan Bintang, 1996
Khamene’i, Ali dkk. Iqbal Dalam Pandangan Pemikir Syi’ah. Jakarta : Islamic Center Jakarta, 2003
Muzani, Syaiful. Islam Rasional: Gagasan dan Pemikiran Prof. Dr. Harun Nasution. Bandung : Mizan, 1995

Rahnema Ali, Para Perintis Zaman Baru Islam, Bandung : Mizan, 1995
Di akses 29 0ktober 2013, 21.33 Wib






0 komentar:

Posting Komentar