DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................................... i
KATA PENGANTAR............................................................................................ ii
DAFTAR ISI............................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................... 1
1.
Latar Belakang..................................................................................................... 1
2. Rumusan
Masalah................................................................................................ 1
3. Tujuan
Masalah.................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN......................................................................................... 3
1.
Muhammad Iqbal........................................................................................... 3
2.
Muhammad Ali jinnah................................................................................... 6
3.
Maududi......................................................................................................... 11
BAB III PENUTUP................................................................................................. 14
Kesimpulan............................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................. 15
BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Pikiran dan aliran yang
memasuki lapangan agama dan modernisme dalam hidup keagamaan di barat mempunyai
tujuan untuk menyesuaikan ajaran-ajaran yang terdapat dalam agama Katolik dan
Protestan dengan ilmu pengetahuan dan falsafah modern. Aliran ini akhirnya
membawa kepada timbulnya sekularisme di masyarakat Barat.
Kemajuan ilmu pengetahuan
dan tekhnologi modern memasuki dunia Islam, terutama sesudah pembukaan abad
ke-19 M, yang dalam sejarah Islam dipandang sebagai permulaan Periode Modern.
Kontak dengan Dunia Barat selanjutnya membawa ide-ide baru ke dunia Islam
seperti rasionalisme, nasionalisme, demokrasi dan sebagainya. Semua ini menimbulkan persoalan-persoalan
baru dan pemimpin-pemimpin Islam pun mulai memikirkan cara mengatasi
persoalan-persoalan itu.
Sebagaimana halnya barat,
di dunia Islam juga timbul pikiran dan gerakan untuk menyesuaikan paham-paham
keagamaan Islam dengan perkembangan baru yang ditimbulkan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi modern. Dengan jalan demikian pemimpin-pemimpin Islam
modern mengharap akan dapat melepaskan umat Islam dari suasana keunduran
selanjutnya dibawa kepada kemajuan.
Kaum orientalis, yang
sejak lama mengadakan studi tentang Islam dan umat Islam, mempelajari
perkembangan modern tersebut. Hasil penyelidikan kaum orientalis barat ini
segera melimpah ke Dunia Islam. Kaum terpelajar Islam mulailah pula memusatkan
perhatian terhadap perkebangan modern dalam Islam dan kata modernism pun mulai
pula diterjemahkan kedalam bahasa-bahasa yang di pakai dalam Islam seperti
at-tajdid dalam bahasa Arab dan pembaharuan dalam bahasa Indonesia.
Untuk memperdalam ilmu pengetahuan maka dalam penulisan makalah ini penulis
menukil sebuah pembaharuan yang terjadi di Pakistan
menurut tokoh iqbal, ali jinnah dan maududi
2.
Rumusan
Masalah
Adapun
masalah yang akan di bahas dalam makalah ini, yaitu:
a.
Bagaimana sejarah hidup para tokoh?
b.
Apa pemikiran-pemikiran yang dimiliki
para tokoh?
3.
Tujuan
Penulisan
a.
Untuk memenuhi tugas kelompok mata
kuliah Pemikiran Modern Dalam Islam
b.
Sebagai bahan diskusi
c.
Untuk menambah wawasan pembaca dan
penulis khususnya.
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Muhammad
Iqbal
A. Profil Muhammad Iqbal
Dalam
memahami iqbal dan sinifikasinya pesannya, kita perlu mengetahui kondisi anak
benua India selama masa hidup Iqbal suatu masa yang berpuncak pada iqbal
sendiri. Kita tidak akan mengerti makna pesan iqbal sesungguhnya tanpa menelaah
ini, melodi lagunya, dan nyala batin yang membuatnya terus-menerus berjuang.
Anak benua India mengalami fase paling sulit dalam sejarahnya selama masa hidup
Iqbal.(ali,2003:3)
Iqbal
berasal dari keluarga miskin, dengan mendapatkan beasiswa dia mendapat
pendidikan bagus. Keluarga Iqbal berasal dari keluarga Brahmana Kashmir yang
telah memluk agama Islam sejak tiga abad sebelum kelahiran Iqbal, dan menjadi
penganut agama Islam yang taat. (mizan,1995:173)
Pada
usia sekolah, Iqbal belajar Al Qur’an di surau. Disinilah Iqbal banyak hapal
ayat-ayat Al Qur’an yang selanjutnya jadi rujukan pengembangan gagasannya dalam
pembaharuan keislamannya. Selanjutnya di meneruskan ke Scottish Mission School,
Sialkot . Disini dia bertemu guru ternama sekaligus teman karib ayahnya, Sayid
Mir Hasan. Pengaruh Mir Hasan ini sangat kuat pada dirinya ini dibuktikannya
dengan menolak pemberian gelar Sir oleh pemerintah inggris pada tahun 1922,
sebelum gurunya mendapat gelar kehormatan pula, yaitu Syams al- ‘Ulama.
Pada
tahun 1895 Iqbal menyelesaikan pelajarannya di Scottish dan pergi ke Lahore.
Disini ia melanjutkan studi Government College gurunya adalah - Sir Thomas
Arnold. Disini dia mendapatkan dua kali medali emas karena baiknya bahasa
Inggris dan Arab karena kejeniusannya pula dia menjadi mahasiswa kesayangan Sir
Thomas Arnold. Arnoldlah yang mendorongnya agar -melanjutkan pendidikannya ke
Inggris karena melihat kejeniusan Iqbal. Setelah selesai di Government College
Iqbal belajar ke Eropa pada tahun 1905. Dari sini pengembangan intelektual
Iqbal dimulai. (mizan,1995:43).
Iqbal
memilih melanjutkan di Cambridge University, Inggris, ia belajar filsafat
dengan Mc. Taggart, kemudian mengambil gelar doktor (Ph.D) di Munich, Jerman
dan lulus pada tahun1908 dengan disertasi berjudul The development of
Methapysics of Persia. Didalam disertasi inilah Iqbal mengkritik tajam ajaran
tasawwuf dengan mengatakan tidak mempunyai dasar yang kukuh dan historis dalam
ajaran Islam yang murni. Iqbal melihat ada nilai-nilai baik yang transendental
yang tak dimiliki oleh Eropa. Barat, menurut Iqbal, kehilangan semangat
spritual dan terlalu menumpukan pada rasio dalam menjawab setiap
problematika.”Meskipun ia mengakui Eropa baik, tapi ia yakin Islam lebih baik .
Dia kembali dari Eropa sebagai
Pan-Islamis bahkan bisa dikatakan sebagai puritan. Perubahan spritual dan
ideologis Iqbal makin dalam dari nasionalis menjadi kampiun kebangsaan Muslim
dia merasa yakin bahwa antara Hindu dan Islam harus punya negara masing-masing
secara terpisah dan tindakannya sendiri sudah jelas.
B. Pemikiran Iqbal
Pemikiran Iqbal mengenai kemunduran dan
kemajuan umat Islam mempunyai pengaruh pada gerakan pembaharuan dalam Islam. Ia
berpendapat bahwa kemunduran umat Islam selama 500 tahun terakhir di sebabkan
oleh kebekuan dalam pemikiran. Sebab lain terletak pada pengaruh zuhud yang
terdapat dalam ajaran tasawuf. Menurut tasawuf yang mementingkan zuhud,
perhatian harus dipusatkan kepada Tuhan dan apa yang berada di balik alam
materi. Hal itu akhirnya membawa kepada keadaan umat kurang mementingkan soal
kemasyarakatan dalam Islam. Sebab terutama ialah hancurnya Baghdad, sebagai
pusat kemajuan pemikiran umat Islam di pertengahan abad ke-13.
Kaum konservatif dalam Islam berpendapat
bahwa rasionalisme yang ditimbulkan golongan muktazilah akan membawa kepada
disintegrasi. Untuk itu mereka menolak segala pembaharuan dalam bidang syariat
dan berpegang teguh pada hukum-hukum yang telah ditentukan ulama terdahulu.
Pintu ijtihad mereka tutup.
Hukum dalam Islam sebenarnya, demikian
Iqbal, tidak bersifat statis, tetapi dapat berkembang sesuai dengan
perkembangan zaman. Pintu ijtihad tidak pernah tertutup. Pada zaman modern,
ijtihad telah semenjak lama dijalankan di Turki yang melepaskan diri dari
belenggu dogmatisme. Baru bangsa Turkilah yang mempergunakan hak kebebasan
berpikir yang terdapat dalam Islam.
Islam pada hakikatnya mengajarkan
dinamisme demikian pendapat Iqbal. Konsep Islam mengenai alam adalah dinamis
dan senantiasa berkembang. Kemajuan serta kemunduran dibuat Tuhan silih
berganti di antara bangsa-bangsa yang mendiami bumi ini. Ini mengandung arti
dinamisme.
Islam mempertahankan konsep dinamisme
dan mengakui adanya gerak dan perubahan dalam hidup social manusia. Dan prinsip
yang dipakai dalam soal gerak dan perubahan itu ialah ijtihad.
Barat menurut penilaian Iqbal, amat
banyak dipengaruhi oleh materialism dan telah mulai meninggalkan agama. Yang di
ambil umat Islam dari barat hanyalah ilmu pengetahuannya. Kalau kapitalisme ia
tolak, sosialisme barat dapat ia terima. Ia bersikap simpatik terhadap gerakan
sosialisme di Barat dan di Rusia. Tapi Iqbal tidak begitu saja menerima apa
yang datang dari barat. Iqbal menentang nasionalisme, karena dalam nasionalisme
seperti yang ia jumpai di Eropa, ia melihat bibit materialism dan ateisme dan
keduanya merupakan ancaman besar bagi peri kemanusiaan.
Di India terdapat dua umat besar,
demikian Iqbal dan dalam pelaksanaan demokrasi Barat di India, kenyataan ini
harus diperhatikan. Untuk itu, umat Islam harus menuju pembentukan Negara
tersendiri, terpisah dari Negara Hindu. Tjuan membentuk Negara tersendiri ini,
ia tegaskan dalam rapat tahunan Liga Muslimin di tahun 1930. Ide dan tujuan
membentuk Negara tersendiri diumumkan secara resmi dan kemudian menjadi tujuan
perjuangan nasional umat Islam di India.
Ide Iqbal bahwa umat Islam India
merupakan suatu bangsa dan oleh Karena itu memerlukan satu Negara tersendiri
tidaklah bertentangan dengan pendiriannya tentang persaudaraan dan persatuan
umat Islam. Bagi Iqbal dunia Islam seluruhnya merupakan satu keluarga yang
terdiri atas republik-republik dan Pakistan yang akan dibentuk adalah salah
satu Republik itu. (Nasution,2003:
183-187)
2. Muhammad Ali Jinnah
A.
Profil
Muhammad Ali Jinnah
Muhammad Ali Jinnah adalah anak seorang
saudagar dan lahir di Karachi pada tanggal 25 Desember 1876. Di masa remaja ia
telah pergi ke London untuk meneruskan studi dan di sanalah ia memperoleh
kesarjanaannya dalam bidanghukum di tahun 1896. Pada tahun itu juga ia kembali
ke India dan bekerja sebagai pengacara di Bombay.
Tiada lama sesudah itu ia menggabungkan
diri dengan Partai Kongres .
Pada tahun 1913 itu juga Jinnah dipilih menjadi Presiden Liga Muslimin. Pada waktu itu ia masih mempunyai keyakinan bahwa kepentingan umat Islam India dapat dijamin melalui ketentuan-ketentuan tertentu dalam Undang-Undang Dasar. Untuk itu ia mengadakan pembicaraan dan perundingan dengan pihak Kongres Nasional India. Salah satu hasil dari perundingan ialah perjanjian Lucknow 1916. Menurut perjanjian itu ummat Islam India akan memperoleh daerah pemilihan terpisah dan ketentuan ini akan dicantumkan dalam Undang-Undang Dasar India yang akan disusun kelak kalau telah tiba waktunya. (Nasution,1996:197)
Pada tahun 1913 itu juga Jinnah dipilih menjadi Presiden Liga Muslimin. Pada waktu itu ia masih mempunyai keyakinan bahwa kepentingan umat Islam India dapat dijamin melalui ketentuan-ketentuan tertentu dalam Undang-Undang Dasar. Untuk itu ia mengadakan pembicaraan dan perundingan dengan pihak Kongres Nasional India. Salah satu hasil dari perundingan ialah perjanjian Lucknow 1916. Menurut perjanjian itu ummat Islam India akan memperoleh daerah pemilihan terpisah dan ketentuan ini akan dicantumkan dalam Undang-Undang Dasar India yang akan disusun kelak kalau telah tiba waktunya. (Nasution,1996:197)
Selanjutnya dalam Konferensi Meja Bundar
London yang diadakan pada tahun 1930-1932 ia menjumpai hal-hal yang menimbulkan
perasaan kecewa dalam dirinya. Ia memutuskan mengundurkan diri dari lapangan
polotik dan menetap di London. Di sana ia bekerja sebagai pengacara. Dalam pada
itu Liga Muslimin perlu pada pimpinan baru lagi aktif, maka di tahun 1934 ia
diminta pulang oleh teman-temannya dan pada tahun itu juga ia dilih menjadi
Ketua tetap dari Liga Muslimin. Dibawah pimpinan Jinnah kali ini, Liga Muslimin
berobah menjadi gerakan rakyat yang kuat. Dengan adanya perkembangan ini ummat
Islam India, tiba-tiba mulai sadar, demikian Al-Biruni menulis, bahwa apa yang
ditakutkan Sir Sayyid Ahmad Khan dan Vigar Al-Mulk sebelumnya, sekarang mulai
menjadi kenyataan, kekuasaan Hindu mulai terasa. Para Perdana Menteri Punjab,
Bengal dan Sindi juga mulai mengadakan kerjasama dengan Jinnah.
Sokongan ummat Islam India kepada Jinnah
dan Liga Muslimin bertambah kuat lagi dan ini ternyata dari hasil pemilihan
1946. di Dewan pusat (Central Assembly) seluruh kursi yang disediakan untuk
golongan Islam, dapat diperoleh oleh Liga Muslimin. Kedudukan Jinnah dalam
perundingan dengan Inggris dan Partai Kongres Nasional India mengenai masa
depan Ummat Islam India bertambahkuat.
Di tahun 1942 Inggris telah mengeluarkan
janji akan memberi kemerdekaan kepada India sesudah Perang Dunia 11 selesai.
Pelaksanaannya mulai dibicarakan dari tahun1945. Dalam pada itu diputuskan
untuk mengadakan sidang Dewan Kostitusi pada bulan Desember 1946, dan Jinnah
melihat bahwa dalam suasana demikian sidang tidak bisa diadakan dan oleh karena
itu meminta supaya ditunda. Setahun kemudian keluarlah putusan Inggris untuk
menyerahkan kedaulatan kepada dua Dewan Konstitusi, satu untuk Pakistan dan
satu untuk India. Pada tanggal 14 Agustus 1947 Dewan Konstitusi Pakistan dibuka
dengan resmi dan keesokan harinya 15 Agustus 1947 Pakistan lahir sebagai negara
bagi ummat Islam India. Jinnah diangkat menjadi Gubernur Jenderal dan mendapat
gelar Qaid-i-Azam (pemimpin Besar) dari rakyat Pakistan.
Pembaharuan-pembaharuan di India
mempunyai peranan masing-masing, disengaja atau tidak, dalam perwujudan
Pakistan. Sayyid Ahmad Khan denganm idenya tentang pentingnya ilmu pengetahuan,
Sayyid Amir Ali dengan idenya bahwa Islam tidak menentang kemajuan modern, dan
Iqbal dengan ide dinamikanya, amat membantu bagi usaha-usaha Jinnah dalam
menggerakan ummat Islam India, yang seratus tahun yang lalu masih merupakan
masyarakat yang berada dalam kemunduran, untuk menciptakan negara dan
masyarakat Islam modern di anak benua India.
B.
Sejarah
Lahirnya Negara Pakistan
Pakistan mendapat kemerdekaan dari
Inggris pada 14 Agustus 1947. Nama Islam-i Jumhuriya-e Pakistan (Republik Islam
Pakistan) memiliki arti dan peran penting dalam perkembangan sejarah Islam
modern.
Tampak jelas dalam kata-kata Muhammad
Ali Jinnaah –seorang tokoh revolusioner- pendiri negara ini yang mengatakan,
"kita tidak memperjuangkan berdirinya Pakistan semata-mata untuk
mendapatkan sebidang tanah, tetapi kita menginginkan suatu wilayah di mana kita
bisa menerapkan prinsip dan ajaran Islam". Sejak perjuangan awal
mendirikan negara Islam yang terpisah dari India, hingga terbentuk sebuah
negara merdeka, Pakistan telah memberikan sumbangsih jasa bagi umat
Islammasakini.
Bagi masyarakat Pakistan, Islam bukan
sesuatu yang asing. Sejak pemerintahan Sultan al Walid I (705-715), para
pendakwah Islam sudah melakukan ekspedisi dan penyiaran Islam ke seluruh
Pakistan (pendahulu India) yang saat itu mayoritas beragama Budha. Namun,
pengislaman sesungguhnya baru terjadi pada era Sultan Mahmud al Gaznawi (971-1030),
yang berpusat di Kota Gazni, Afganistan. Dan semakin cemerlang pada era Dinasti
Mogul berkuasa di India (1526-1858). Undang-undang Negara juga berdasarkan
Syariat yang dilaksanakan oleh pemerintah. Kesan Islam pada sub-benua
Asia-Selatan sangat dalam dan dalam jangkauan yang cukup luas. Islam
diperkenalkan bukan merupakan suatu agama baru saja, tetapi suatu peradaban
baru, suatu cara baru dalam kehidupan dan set nilai yang baru. dan
kesusasteraan dari tradisi Islam, suatu kebudayaan dan pemurnian yang halus,
institusi sosial dan kesejahteraan, didirikan dengan aturan Islam di seluruh
sub-benua.
Sebuah bahasa baru diperkenalkan, Urdu
berasal terutama dari Bahasa Arab.
Sebelum pisah menjadi Pakistan, umat Islam India merupakan minoritas amat lemah, di tengah mayoritas Hindu dan kekuasan politik serta militer Inggris. Islam dan Hindu ibarat dua arus sungai yang mengalir dan bersumber dari muara yang berbeda. Walaupun pemeluknya telah hidup berdampingan bersama selama berabad-abad, namun pandangan mereka tentang hidup dan kehidupan merupakan batas pemisah yang tidak bisa dijembatani. Maka muncullah gagasan membentuk negara sendiri bagi umat Islam. Gagasan yang diprakarsai Sir Sayid Ahmad Khan (l817-1898), kemudian berkembang luas menjadi cita-cita perjuangan, segera dirumuskan oleh Sir Muhammad Iqbal (1873-1938) melalui organisasi "Liga Muslim India". Akhirnya direalisasikan oleh Muhammad Ali Jinnah, yang dibaiat menjadi Qaid-i Azam (Pemimpin Besar) sekaligus Presiden pertama Republik Islam Pakistan. Dalam salah satu pidatonya ia (Ali Jinnah) mengatakan, "dari sudut pandang apapun ummat Islam adalah satu bangsa, mereka berhak mendirikan Negara sendiri dan menerapkan cara apapun untuk melindungi dan meningkatkan kepentingan mereka dari dominasi India."
Sebelum pisah menjadi Pakistan, umat Islam India merupakan minoritas amat lemah, di tengah mayoritas Hindu dan kekuasan politik serta militer Inggris. Islam dan Hindu ibarat dua arus sungai yang mengalir dan bersumber dari muara yang berbeda. Walaupun pemeluknya telah hidup berdampingan bersama selama berabad-abad, namun pandangan mereka tentang hidup dan kehidupan merupakan batas pemisah yang tidak bisa dijembatani. Maka muncullah gagasan membentuk negara sendiri bagi umat Islam. Gagasan yang diprakarsai Sir Sayid Ahmad Khan (l817-1898), kemudian berkembang luas menjadi cita-cita perjuangan, segera dirumuskan oleh Sir Muhammad Iqbal (1873-1938) melalui organisasi "Liga Muslim India". Akhirnya direalisasikan oleh Muhammad Ali Jinnah, yang dibaiat menjadi Qaid-i Azam (Pemimpin Besar) sekaligus Presiden pertama Republik Islam Pakistan. Dalam salah satu pidatonya ia (Ali Jinnah) mengatakan, "dari sudut pandang apapun ummat Islam adalah satu bangsa, mereka berhak mendirikan Negara sendiri dan menerapkan cara apapun untuk melindungi dan meningkatkan kepentingan mereka dari dominasi India."
Aral tak henti menghadang pertumbuhan
negara yang tengah berjuang menerapkan syari'ah (hukum Islam), yang
mengakomodasi demokrasi, HAM, toleransi, dan keadilan sosial tersebut.
Mayoritas negara-negara anggota PBB rata-rata "gerah" menyaksikan
kemajuan Pakistan di bidang penerapan syari'ah dan pengembangan sains modern.
Puncak kekhawatiran itu, berubah menjadi ketakutan dan berujung kepada
konspirasi untuk memecah belah.
Tahun 1971 timbul perang saudara antara
Pakistan Barat yang dipimpin Presiden Yahya Khan dan Pakistan Timur yang
dipimpin Mujibur Rahman.
Dengan bantuan penuh India, serta kelompok konspirasi lainnya, Pakistan Timur berhasil melepaskan diri dari Republik Islam Pakistan. Berdirilah Republik Bangladesh. Republik Islam Pakistan kehilangan satu sayap terpenting, berupa penyusutan wilayah geografis. Setelah tragedi pisahnya Pakistan Barat-Pakistan Timur, Republik Islam Pakistan senantiasa dililit masalah. Selain ketegangan abadi dengan India, baik mengenai perbatasan maupun "kepemilikan" Khasmir, juga ketengangan internal yang selalu meruntuhkan kewibawaan pemerintahan.
Dengan bantuan penuh India, serta kelompok konspirasi lainnya, Pakistan Timur berhasil melepaskan diri dari Republik Islam Pakistan. Berdirilah Republik Bangladesh. Republik Islam Pakistan kehilangan satu sayap terpenting, berupa penyusutan wilayah geografis. Setelah tragedi pisahnya Pakistan Barat-Pakistan Timur, Republik Islam Pakistan senantiasa dililit masalah. Selain ketegangan abadi dengan India, baik mengenai perbatasan maupun "kepemilikan" Khasmir, juga ketengangan internal yang selalu meruntuhkan kewibawaan pemerintahan.
Tahun 1974, Jenderal Yahya Khan dikudeta
oleh Jenderal Zulfikar Ali Butho. Juli 1977, Jenderal Ziaul Haq mengambil alih
kekuasaan. Ali Butho dihukum gantung (4 April 1979). Pemerintah Ziaul Haq
memberi dukungan penuh kepada Mujahidin Afganistan, yang sedang berjuang
melawan invasi militer Uni Soviet (1979-1989). Namun tahun 1988, Ziaul Haq
tewas, ketika helikopter yang ditumpanginya bersama Dubes Amerika Serikat di
Pakistan, meledak. Kekuasan berpindah. Hingga muncul Benazir Butho, putri
mendiang Zulfikar Ali Butho, merebut takhta Perdana Menteri. Hanya bertahan dua
tahun. Tahun 1990, Benazir lengser karena dituduh korupsi. Digantikan Nawaz
Sharif, seorang pengikut panatik Ziaul Haq. Sejak itu, pemerintahan Pakistan
tak pernah stabil.
Serangan AS ke Afganistan awal 2002,
membawa pengaruh luar biasa terhadap Pakistan. Peran Pakistan membesarkan
Milisi Thaliban, hingga mampu mendirikan pemerintahan Islam di Afganistan tahun
1996, berubah drastis setelah mendapat tekanan keras AS. Pakistan balik
membantu AS menghancurkan Milisi Thaliban. Presiden Pervez Musharraf berperan
besar dalam perubahan sikap itu. Seorang Presiden yang berhasil naik tahta
dengan aksi kudeta militer tak berdarah ini, merupakan kata kunci bagi
perkembangan politik dan ekonomi Pakistan kontemporer.
In the Line of Fire karya Peresiden
Musharraf terbaru (2006), adalah buku yang cukup kontroversial untuk dekade
akhir ini. Banyak hal yang ia paparkan dalam buku tersebut, mulai dari
perbaikan ekonomi Pakistan, pemulihan demokratisasi, pengentasan kemiskinan,
peningkatan taraf pendidikan, emansipasi wanita, sampai kepada perang terhadap
terorisme.
Dengan langkah-langkah reformasinya ini,
seolah ia tengah bermain api, baik kepada kalangan yang memiliki dendam sejarah
atasnya, atau kepada kalangan yang "emoh" terhadap ide demokrasi
liberal. Kalangan oposisi pemerintah, sampai kalangan fundamentalis pun selalu
memberikan catatan-catatan kritis terhadap perjalanan rezim Musyharaf ini.
Nampaknya ideologi Negara Syariat yang
sejak awal dirancang, tengah menhadapi ujian, khususnya di saat negara-negara
Barat menemukan momentumnya dalam setting perang melawan terorisme. Maka tak
heran jika sekarang mulai muncul kembali wacana, bahwa benarkah Pakistan lahir
atas dasar kepentingan mendirikan Negara Islam, ataukah sebatas membela
kepentingan pemeluk Islam dari ketertindasan bangsa India saja. Entah akan ke
mana akhir dari firksi ini akan bermuara, yang jelas bola api itu masih terus
bergulir sampai saat ini. [1]
3. Maududi
A.
Profil
Singkat Maudidi
Maududi lahir di
Aurangabad India Selatan, pada 25 September 1903 (3 Rajab 1321). Dia lahir
dalam keluarga syarif (keluarga tokoh
Muslim India Utara) dari Delhi, yang bermukim di Deccan. Keluarga ini keturunan
wali sufi besar tarikat Chishti yang membantu menanamkan benih Islam di bumi
India. Sayyid Ahmad Hasan, ayah Maududi, termasuk yang pertama masuk Sekolah
Tinggi Anglo-Oriental Muslimnya Sayyid Ahmad Khan di Aligarh dan kut eksperimen
denga modernis Islam itu. Tidak lama disana dia keluar dari Aligarh untuk
menyelesaikan studi hukumnya di Allahabad. Ahmad Hasan beruaya keras
membesarkan anak-ananya dalam kultur syarif.
Dia mendidik mereka dengan system pendidikan klasik. Maudidi jadi ahli dalam
bahasa Arab pada usia muda berkat kegigihan ayahnya mendidik anak-anaknya.
Pada usia sebelas
tahun, Maudidi masuk sekolah di Aurangabad. Di sini dia mendapat pelajaran
modern, khususnya sains, untuk pertama kalinya. Kemudian Maudidi berupaya untk
memenuhi minat intelektualnya sendiri. Dia tidak tertarik kepada soal-soal
agama. Dia hana suka soal politik. Pad waktu itu semangatnya adalah
nasionalisme India.
Pada 1918, dia ke
Bijnur untk bergabug dengan saudaranya, Abu Khair, dimana dia memulai karir di
bidang jurnalstik. Tak lama kemudian, kedua bersaudara ini pindah ke Delhi. Di
Delhi, Maudidi berhubungan denga arus intelektual dalam komunitas Muslim. Pada
1919 dia ke Jubalpur untuk bekerja pada migguanparati pro-Kongres yang bernama Taj. Disini dia jadi sepenuhnya aktif
dalam gerakan Khalifah, dan aktif dalam memobilisasi kaum Muslim untuk
mendukung Partai Kongres. Tulisannya membela tujuannya. Mengakibatkan mingguan
ini ditutup.
Pada 1921 Maudidi
mengabdi kepada Ulama Jami’at sebagai editor Muslim dan editor pengganti Muslim,
yaitu Al-Jami’at. Di sinilah dia jadi
lebih mngetahui kesadaran politik kaum Muslim dan jadi aktif dalam urusan
agamanya. Pada tahun 1926 dia menerima sertifikat pendidikan agama dan jadi
ulama.
B. Pemikiran dan Ideologi Maudidi
Kalau biografi Maudidi banyak bicara
soal asal-usul dan pendorong kebangkita Islam, maka ekposisi ideologisnya
menangkap esensi pendekaan terhadap Islam dan persoalan yang dianggapnya
penting.
Dalam banyak karyanya, Maudidi
menguraikan pandangannya soal Islam-teologi, hukum, filsafat dan mistisisme da
soal masyarakat, ekonomi dan politik. Maudidi meandang Islam sebagai ideology
holistis seperti ideology Barat. Gagasan ideology Islamnya, salah satu
artikulasi yang paling sistematis dan prolific dalam tema ini, sangat
berpengaruh dalam membentuk gerakan kebangkita Islam.
Maudidi memandang pergulatan antara
Islam dan kekufuran Barat maupun kultur Muslim tradisional India sebagai
kekufuran sentral dalam kemajuan historis masyarakat Muslim. Maudidi seperti
Hasan Al-Banna, tidak setuju kalau tasawuf disirnakan, namun ingin
memperbaruinya, yaitu meyesuaikannya. Dalam tulisan Maudidi, tasawuf yang
efektif yaitu yang bersih dari dimensinya yang tidak Islami, sinonim dengan
bentuk Islam yang dikemukakannya.
Pergulatan antara Islam dan kekufuran,
kata Maudidi, berpuncak pada revolusi Islam dan berdirinya Negara Islam. Dalam
mendefinisikan bentuk Negara Islam Maudidi anyak meminjam dari Barat. Negar
Islamnya akan di jalankan oleh mesin pemerintah yang modern : presiden terpilih,parlemen,
dan kehakiman yang serba bisa. Hubungan antar cabang ini akan diatur dengan
check dan balance yang ditentukan dala konstitusi.
Keberhasilan Negara Islam bergantung
pada legitimasinya di mata masyarakat. Maudidi banyak menekankan pendidkan dan
memandang revolusi Islam sebagai upaya gradual. Keprluan etika dan fungsional
Negara Islam serta citranya yang utopian, didasarkan pada irama antara idealnya
dan asirasi masyarakat. Hal ini amat penting bagi pandangan Maudidi dalam soal
Negara Islam sebagai system yang efektif maupun sebagai demokrasi. Maudidi
memandang Negara Islam sebagai demokrasi, bukan karena Negara Islam
mengakomodasi dan menampung berbagai kepentingan social, tapi juga karena di
Negara seperti ini tak aka nada isu sosio-politik yang memecah belah.
C. Jama’at Islami
Jama’at Islami, partai yang mewujudkan
visi ideologinya Maudidi, merupakan salah satu gerakan religio-politik Islam
tertua dari jenisnya. Partai ini berpengaruh pada perkembangan kebangkitan
Islam di dunia Muslim ada umumnya. Dan di Asia Selatan khususnya. Partai ini
berdiri pada 26 Agustus 1941 di Lahore. Maudidi terlibat dalam politik Islam
sejak 1938 dengan tujuan melindungi kepentingan Muslim. Jama’at-Islami berdiri
terutama untuk bersaing dengan Liga Muslim dala memimpin Gerakan Pakistan,
khusunya setelah resolusi Lahore 1940 memberika kepercayaan kepada Liga untk
bersaing menciptakan Negara Muslim tersendiri.
Rencana Maudidi soal organisasi Muslim
yang baru yang diyakininya dapat memecahkan berbagai problem yang dihadapi kaum
Muslim, pada mulanya di sampaikan dalam tarjuman Al-Qur’an. Rencana ini
mendapat dukungan dari banyak aktivis Muslim dan Ulama muda. Maudidi digelari
pemimpin, Amir (presiden), Jama’at oleh tujuh puluh ima orang yang berkumpul di
Lahore untuk mendirikan Jama’at. Maudidi memimpin Jama’at selama tiga puluh satu tahun berikutnya,
sampai 1972. Konstitusi partai juga diratifikasi pada sesi pembukaan itu.
Antara 1941 dan 1947, Jama’at menyebarkan pesannya ke seluruh India melalui
literature, rapat umum, konvensi dan pertemuan publik. (Ali
Rahnema, 1995: 102-115)
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Muhammad Iqbal, lahir 9 November 1877.
Dia adalah seorang filsuf, pemikir, cendekiawan, ahli perundangan, reformis,
politikus, dan yang terutama: penyair. Dia berjuang untuk kemahuan umat Islam
dan menjadi “bapa spiritual” Pakistan. Iqbal berjuang di India Muslim Leage di
awal 1930-an. Bersama Muhammad Ali Jinnah, dia merumuskan konsep Negara bagi
Muslim India, dan tak pernah melihat berdirinya Pakistan tahun 1947 kerana
sudah wafat pada 1938.
Muhammad Ali Jinnah adalah anak seorang
saudagar dan lahir di Karachi pada tanggal 25 Desember 1876. Di masa remaja ia
telah pergi ke London untuk meneruskan studi dan di sanalah ia memperoleh
kesarjanaannya dalam bidanghukum di tahun 1896. Pada tahun itu juga ia kembali
ke India dan bekerja sebagai pengacara di Bombay. Tiada lama sesudah itu ia
menggabungkan diri dengan Partai Kongres.
Maududi lahir di Aurangabad India
Selatan, pada 25 September 1903 (3 Rajab 1321). Dia lahir dalam keluarga syarif (keluarga tokoh Muslim India
Utara) dari Delhi, yang bermukim di Deccan. Keluarga ini keturunan wali sufi
besar tarikat Chishti yang membantu menanamkan benih Islam di bumi India.
DAFTAR
PUSTAKA
Nasution, Harun, Pembaharuan dalam Islam. Jakarta : PT.
Bulan Bintang, 2003
__________, Pembaharuan Dalam Islam. Jakarta : PT Bulan Bintang, 2003
__________, Pembaharuan
Dalam Islam. Jakarta : PT Bulan Bintang, 1996
Khamene’i, Ali dkk. Iqbal Dalam Pandangan Pemikir Syi’ah. Jakarta : Islamic Center
Jakarta, 2003
Muzani, Syaiful.
Islam Rasional: Gagasan dan Pemikiran Prof. Dr. Harun Nasution. Bandung : Mizan, 1995
Rahnema Ali, Para
Perintis Zaman Baru Islam, Bandung : Mizan, 1995
http://arif1501.blogspot.com/2012/06/pembaharuan-di-india-dan-pakistan-iqbal.html,
Diposkan oleh Arif Maulana-STAIN Samarinda di
07.03
Di akses 29 0ktober 2013, 21.33 Wib
[1] http://arif1501.blogspot.com/2012/06/pembaharuan-di-india-dan-pakistan-iqbal.html, Di akses 29 0ktober 2013, 21.33 Wib
0 komentar:
Posting Komentar